IkadiDIY.com

LOGIKA AL-QUR’AN

LOGIKA AL-QUR’AN

Oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I

 

Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah di Makkah, orang kafir Quraisy meminta kepada Rasulullah SAW. untuk menunjukkan keajaiban-keajaiban di luar adat kebiasaan dengan dalih mereka akan beriman jika melihatnya. Permintaan mereka digambarkan dalam al-Qur’an,

 

وَقَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّىٰ تَفْجُرَ لَنَا مِنَ الْأَرْضِ يَنْبُوعًا

Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak beriman kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami.” (Q.s. Al-Isra: 90).

 

Orang kafir Quraisy kemudian memberikan alternatif lain jika Rasulullah SAW. tidak mampu menunjukkan keajaiban yang mereka minta di awal. Mereka berkata,

 

أَوْ تَكُونَ لَكَ جَنَّةٌ مِنْ نَخِيلٍ وَعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْأَنْهَارَ خِلَالَهَا تَفْجِيرًا

Atau kamu mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya.(Q.s. Al-Isra: 91).

 

أَوْ تُسْقِطَ السَّمَاءَ كَمَا زَعَمْتَ عَلَيْنَا كِسَفًا أَوْ تَأْتِيَ بِاللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ قَبِيلًا

”Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami.” (Q.s. Al-Isra: 92).

 

أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَىٰ فِي السَّمَاءِ

Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit.” (Q.s. Al-Isra: 93)

 

Mendengar permintaan kafir Quraisy tersebut, Rasulullah menjawab,

 

قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا

”Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (Q.s. Al-Isra: 93).

 

Peristiwa ini seakan-akan menunjukkan kelemahan Rasulullah. Dan barangkali ada yang berpikir bahwa Allah tidak mampu memenuhi tantangan mereka. Akan tetapi, apakah benar Allah SWT tidak mampu memenuhi keinginan mereka? Jawabannya, tentu saja Allah mampu. Karena Allah Maha Kuasa dan Maha Berkehendak. Tapi tidak mau menuruti permintaan mereka. Lalu mengapa Allah tidak mau memenuhi permintaan tersebut?

 

Pengalaman umat-umat sebelumnya menunjukkan bahwa mereka tetap tidak beriman walaupun sudah ditunjukkan keajaiban-keajaiban di hadapan mata mereka. Ketika satu keajaiban ditampakkan di hadapan mereka, ternyata mereka menuntut supaya ditampakkan keajaiban-keajaiban berikutnya.

 

Contoh yang jelas dalam al-Qur’an adalah ummatnya Nabi Musa AS yang kelaparan. Allah SWT menuruti permintaan mereka dengan menurunkan Manna dan Salwa dari langit. Allah SWT menggambarkan,

 

وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” (Q.s. Al-Baqarah: 57).

 

Datangnya keajaiban dari langit itu ternyata tidak menambah keimanan Bani Israil, justru mereka ingin menyaksikan keajaiban-keajaiban berikutnya. Allah menceritakn sikap mereka dalam dalam firman-Nya,

 

وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نَصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۖ َ

”Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.” (Q.s. Al-Baqarah: 61).

 

Begitu pula ketika Bani Israil ditampakkan keajaiban yang luar biasa yaitu terbelahnya Laut Merah dengan pukulan tongkat Nabi Musa, hal itu tidak menjadikan mereka semakin kuat keimanannya. Justru mereka ingin kembali kepada kesyirikan menyembah berhala. Firman Allah,

 

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).” (Q.s Al-A’raf: 138).

 

Logika al-Qur’an mengajak kaum Muslimin untuk tidak berfikir yang aneh-aneh, supranatural, di luar nalar dan tidak sesuai dengan logika. Logika al-Qur’an mengajak kaum Muslimin untuk menggunakan akal yang sehat dan hati yang bersih dalam menghadapi kehidupan. Rasulullah SAW bersabda,

 

مَا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ نَبِيٌّ إِلَّا أُعْطِيَ مِنْ الْآيَاتِ مَا مِثْلُهُ أُومِنَ أَوْ آمَنَ عَلَيْهِ الْبَشَرُ وَإِنَّمَا كَانَ الَّذِي أُوتِيتُ وَحْيًا أَوْحَاهُ اللَّهُ إِلَيَّ فَأَرْجُو أَنِّي أَكْثَرُهُمْ تَابِعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidak seorang nabi pun kecuali ia diberi beberapa mukjizat yang tak bisa diserupai oleh apapun sehingga manusia mengimaninya -atau dengan redaksi ‘sehingga manusia dijadikan beriman’-, namun yang diberikan kepadaku hanyalah berupa wahyu yang Allah wahyukan kepadaku, maka aku berharap menjadi manusia yang paling banyak pengikutnya di hari kiamat.” (H.r. Al-Bukhari)

 

Hadis ini menjelaskan bahwa Nabi-Nabi terdahulu memiliki keajaiban (mukjizat) yang nampak luar biasa dalam pandangan manusia. Sementara mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah al-Qur’an, yaitu wahyu dari Allah SWT. Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia menggunakan bashirah; yaitu akal yang sehat dan hati yang bersih untuk mengenal Allah SWT, untuk mengetahui kebenaran dan untuk memahami alam semesta. Al-Qur’an tidak mengajarkan manusia untuk tidak berpikir tidak logis dan tidak masuk akal dalam mengenal Allah dan dalam mencari kebenaran dan dalam berinteraksi dengan alam.

 

Ibnu Hajar al-Asqalani memberikan penjelasan,

 

 أَنَّ الْمُعْجِزَات الْمَاضِيَة كَانَتْ حِسِّيَّة تُشَاهَد بِالْأَبْصَارِ كَنَاقَةِ صَالِح وَعَصَا مُوسَى ، وَمُعْجِزَة الْقُرْآن تُشَاهَد بِالْبَصِيرَةِ فَيَكُون مَنْ يَتْبَعهُ لِأَجْلِهَا أَكْثَر

Sesungguhnya mu’jizat Nabi terdahulu yang bersifat fisik hanya bisa dirasakan dengan memakai mata kepala, seperti kendaraan Nabi Sholih dan tongkat Nabi Musa. Sedangkan mu’jizat Al-Qur’an disaksikan dengan bashirah  (akal dan hati). Maka lebih banyak orang yang bisa mengikutinya.” (Fath al-Bari: 14/186)

 

Ibnu Hajar al-Asqolani melanjutkan :

لِأَنَّ الَّذِى يُشَاهَدُ بِعَيْنِ الرَّأْسِ يَنْقَرِضُ بِانْقِرَاضٍ مُشَاهِدِهِ وَ الَّذِى يُشَاهَدُ بِعَيْنِ الْعَقْلِ بَاقٍ يُشَاهِدُهُ كُلُّ مَنْ جَاءَ بَعْدَ الْأَوَّلِ مُسْتَمِّرًا

”Karena sesungguhnya menyaksikan dengan mata kepala akan punah bersamaan punahnya mereka yang menyaksikan, sedangkan melihat dengan mata akal akan kekal bagi siapa saja yang melihatnya sejak awal sampai seterusnya.”(Fath al-Bari: 14/186)

 

Allah SWT tidak memenuhi keinginan orang kafir yang menuntut Rasulullah SAW menunjukkan keajaiban-keajaiban sesuai keinginan mereka. Allah SWT menjawab tuntutan orang kafir dengan menurunkan wahyu-Nya supaya manusia menggunakan akal dan hatinya untuk bisa beriman. Jika Nabi Shalih AS menunjukkan keajaiban dengan keluarnya unta besar dari celah batu yang sempit supaya umatnya beriman, maka umat Nabi Muhammad SAW cukup memahami bahwa unta yang ada sekarang ini adalah keajaiban dari Allah SWT yang membuatnya beriman, tanpa harus membuat unta itu keluar dari batu besar. Allah SWT berfirman,

 

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ

”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.” (Q.s. Al-Ghasyiyah: 17)

 

Jika Nabi Musa AS harus menunjukkan keajaiban dengan membelah lautan supaya Bani Israil beriman, maka umat Muhammad SAW cukup dengan mentadabburi lautan menjadikan mereka beriman. Tidak perlu laut itu dibelah seperti masa Nabi Musa. Allah SWT berfirman,

 

وَمَا يَسْتَوِي الْبَحْرَانِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ سَائِغٌ شَرَابُهُ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ ۖ وَمِنْ كُلٍّ تَأْكُلُونَ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُونَ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا ۖ وَتَرَى الْفُلْكَ فِيهِ مَوَاخِرَ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

”Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”  (Q.s. Fathir: 12)

 

Begitulah al-Qur’an mengajarkan kaum Muslimin untuk menggunakan akal yang sehat dan hati yang bersih untuk menghadapi kehidupan. Demikian pula di saat menghadapi pandemi Covid-19 ini, marilah kita memakai logika seperti yang diajarkan al-Qur’an. Tidak kemudian menginginkan adanya keajaiban-keajaiban yang tidak bisa dibuktikan dalam menghadapi pandemi ini.

 

Semoga Allah SWT melindungi kita semua dan menuntun kita di atas jalan yang benar. Aamiin…

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *