PENGHALANG PINTU HIDAYAH
Oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I (Abdulloh Sunono)
Takabbur
Takabbur dapat menghalangi seseorang dari pintu hidayah. Takabbur seringkali muncul dari perasaan al–I’jab bi an-Nafs (takjub kepada dirinya sendiri); merasa bahwa dirinya luar biasa, sampai pada batas meremehkan orang lain. Takabur bisa dikarenakan bangga terhadap kekayaan, status sosial, jabatan, fisik, wajah atau kekuatan tubuhnya. Bisa juga karena kebanggaan terhadap ilmu yang dimiliki, ibadah yang dijalankan, kedermawanan atau kesholihannya; sampai batas meremehkan orang lain.
Contoh nyata dalam masalah ini adalah takaburnya Iblis. Iblis telah mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah SWT dan mempunyai ilmu yang tinggi dalam syari’at. Bahkan Iblis mendapatkan gelar ‘abid, yaitu hamba Allah yang ahli ibadah. Iblis dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, bergaul dengan para Malaikat dan tinggal dalam surga. Ternyata semua kelebihan dan keutamaan itu justru menghantarkan Iblis dalam keangkuhan dan kesombongan. Kesombongan Iblis digambarkan dalam Al-Qur’an,
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلاَّ تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاْ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
(Allah) berfirman,” Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu ?” Iblis menjawab, “ Aku lebih baik dari pada dia, Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. (Q.s. Al-A’raf: 12).
Iblis merasa lebih mulia dibandingkan Nabi Adam AS, sehingga menolak untuk sujud kepadanya. Iblis tidak mengukur kemuliaan berdasarkan nilai ketakwaan, tetapi dari asal-usul penciptaan. Iblis merasa lebih mulia karena diciptakan dari api dan memandang rendah Nabi Adam AS yang diciptakan dari tanah. Maka Allah SWT mengusirnya dari surga. Al-Qur’an menggambarkan,
قَالَ فَاهْبِطْ مِنْهَا فَمَا يَكُوْنُ لَكَ اَنْ تَتَكَبَّرَ فِيْهَا فَاخْرُجْ اِنَّكَ مِنَ الصّٰغِرِيْنَ
(Allah) berfirman, “Maka turunlah kamu darinya (surga); karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina.” (Q.s. Al-A’raf: 13).
Sanksi tegas yang diberikan Allah SWT ternyata tidak menyurutkan kesombongan Iblis. Dia lebih meningkatkan kesombongannya dengan menantang Allah SWT. Ia berkata,
قَالَ اَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ
Iblis berkata, “Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka dibangkitkan.” (Q.s. Al-A’raf: 14).
قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ
Kemudian Iblis berkata, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus” (Q.s. Al-A’raf: 16).
Tidak ada keinginan Iblis untuk merendahkan dirinya di hadapan Allah SWT. Tidak juga Iblis menyadari kesalahannya, dengan istighfar dan kembali ke jalan yang benar. Tetapi Iblis justru semakin bertambah-tambah kesombongannya, merasa hebat dengan melawan Allah SWT. Tidak tumbuh rasa takut dalam hatinya.
Maka takabur dan kesomobongan tidak dapat menuntun Iblis menuju hidayah. Walaupun Iblis sudah mempunyai bekal luar biasa yang seharusnya mampu untuk menggapai hidayah. Iblis sudah beribadah dalam waktu yang lama, sudah mencapai maqam layak menjadi penghuni surga, bergaul dengan para Malaikat, bahkan bisa berbicara langsung dengan Allah SWT. Harusnya dengan kelebihan dan keutamaan itu, ia bisa mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah SWT. Ternyata dengan semua keutamaan tersebut, justru menjauhkan Iblis dari hidayah dan menjerumuskannya ke dalam neraka Jahannam. Semua karena sifat takabur dan somboing dalam dirinya.
Demikian pula manusia jika takabur, dia akan mewarisi sifat Iblis. Segala keutamaan yang melekat dalam dirinya tidak mampu menghantarkan menuju kebenaran dan surga. Semua keutamaan itu hanya dipakai untuk merendahkan manusia lain dan untuk mendapatkan pujian orang.