Assalamu’alaikum wr.wb.
Maaf Ustadz, izin bertanya. Beberapa waktu lalu, saya membaca artikel yang menyatakan adanya perbedaan (madzab) terkait waktu pelaksanaan salat Jumat. Ada yang sebelum matahari tergelincir dan ada yang setelah matahari tergelincir. Mohon penjelasan terkait hal ini. Nuwun.
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai waktu dilaksanakannya salat Jumat. Akan tetapi, semua ulama sepakat secara Ijmak bahwa jika salat Jumat dilaksanakan setelah matahari tergelincir, yaitu pada waktu salat Dzuhur, maka salat Jumat tersebut sah. Ijmak ini disampaikan oleh Ibn al-Mundzir (al-Ausath: 3/48), Ibn Abd al-Barr (at-Tamhid: 8/73), Ibn al-‘Arabi (‘Aridhah al-Ahwadzi: 2/292), Ibn Qudamah (al-Mughni: 2/219), az-Zaila’i (Tabyin al-Haqa’iq: 1/219) dan az-Zarkasyi (Syarh az-Zarkasyi ’Ala Mukhtshar al-Khiraqi: 2/164).
Adapun jika salat Jumat dilaksanakan sebelum matahari tergelincir, maka ulama berbeda pendapat mengenai hal itu:
1. Jumhur ulama yaitu Madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa salat Jumat tersebut tidak sah. Ini juga merupakan pendapat sebagian besar sahabat dan tabi’in. Mereka berpedoman pada hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah salat Jumat pada waktu dzhuhur setelah matahari tergelincir. Diantara hadis-hadis tersebut adalah:
عن أنسٍ رَضِيَ اللهُ عنه، أنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كان يُصلِّي الجُمُعةَ حين تَميلُ الشمس.
“Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Saw. dahulu selalu salat Jumat ketika matahari tergelincir.” (H.r. Al-Bukhari)
عن سَلَمةَ بنِ الأكوعِ رَضِيَ اللهُ عنه، قَالَ: كنَّا نُجمِّعُ مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا زالتِ الشمسُ ثم نَرجِعُ نتتبَّعُ الفيءَ.
“Dari Salamah bin al-Akwa’ Ra. ia berkata: ”Dahulu kami salat Jumat bersama Rasulullah Saw. ketika matahari tergelincir kemudian kami pulang kami berjalan mengikuti bayangan (tempat yang teduh).” (Muttafaq Alaih)
2.Madzhab Hanbali berpendapat bahwa salat Jumat yang dilaksanakan sebelum matahari tergelincir adalah sah. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Atha’ dan Ishaq bin Rahawaih. Mereka berpedoman beberapa hadis, diantaranya:
عن جابرٍ رَضِيَ اللهُ عنه، قال: كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُصلِّي الجُمُعةَ، ثم نَذهَبُ إلى جِمالِنا فنُريحها حينَ تزولُ الشَّمسُ
“Dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: ”Dahulu Rasulullah salat Jumat kemudian kami pergi menuju unta-unta kami dan membawanya untuk beristirahat ketika matahari tergelincir.” (H.r. Muslim)
عن سَلَمةَ بنِ الأكوعِ رَضِيَ اللهُ عنه، قال: كنَّا نُصلِّي مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم الجُمُعةَ، ثمَّ ننصرِفُ وليس للحِيطانِ ظِلٌّ نستظلُّ به . وفي روايةٍ: نُجمِّعُ مع رسولِ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا زالتِ الشَّمسُ، ثم نرجِع نتَّبِعُ الفَيء.
“Dari Salamah bin al-Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata: Dahulu kami salat Jumat bersama Rasulullah Saw., kemudian kami pulang dan dinding tidak ada bayangan untuk kami berlindung (dari panas matahari).” Dalam riwayat yang lain: “”Dahulu kami salat Jumat bersama Rasulullah Saw. ketika matahari tergelincir kemudian kami pulang kami berjalan mengikuti bayangan (tempat yang teduh).” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan penjelasan tersebut, kedua pendapat mempunyai argumentasi yang sahih dari hadis Nabi. Akan tetapi, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis-hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah salat Jumat sebelum matahari menimbulkan bayangan (tergelincir) hanya menunjukkan bahwa Rasulullah bersegera untuk melaksanakan salat Jumat tersebut, bukan menunjukkan bolehnya salat Jumat sebelum matahari tergelincir. Apalagi seluruh umat Islam sepanjang sejarah melaksanakan salat Jumat pada waktu Dzuhur setelah matahari tergelincir. (Al-Majmu’: 4/512) Oleh karena itu, hal ini lebih utama dan lebih selamat untuk diamalkan, Wallahu A’lam Bish Shawab.