BESARNYA PENGORBANAN
MENENTUKAN DERAJAT IMAN
Oleh : Ust. Arfiansyah Harahap, Lc., M.Pd.I
(Bidang Pendidikan dan Pesantren, PW IKADI DIY)
Download File PDF Klik disini
اَلحَمْدُ لِلّهِ بَارِئِ البرِيَّات، غَافِرِ الْخَطِيَّات، عَالِمِ الْخَفِيَّات، المُطَّلِعِ عَلَى الضَّمَائِرِ وَالنِّيَّات، أَحْمَدُهُ حَمْدَ مُعترِفٍ بِالتَّقْصِيْرِ، وَأَسْتَغْفِرُهُ اسْتِغْفارَ مُذْنِبٍ يَخَافُ عَذَابَ السّعِيْر.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا، وَوَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمةً وَحِلْمًا، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيِّنَا وَسَيِّدِنَا مَحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ نَبِيَّ الرَّحْمَة، الدَّاعِيْ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّهِ بِالْحِكْمةِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِه، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كثيرًا.
أَمَّا بَعْد؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْن، اِتَّقُوا الله؛ فَإِنَّ تَقْوَاهُ أَفْضَلُ مُكْتَسَب، وَطاَعَتُهُ أَعْلَى نَسَب
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾.
Hadirin Kaum Muslimin rahimakumullah,
Judul khutbah kita pada hari ini adalah Besarnya Pengorbanan Menentukan Derajat Iman, pelajaran berharga dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam.
Dalam setiap kisah para Nabi, para Rasul dan orang-orang shalih, selalu ada ibroh yang dapat kita jadikan pelajaran penting dan berharga dalam kehidupan. Yaitu kisah-kisah yang telah teruji kebenarannya dalam sejarah dan diakui oleh para ahli sejarah. Kita sebagai kaum mukminin dituntut untuk terus membaca dan menggali kisah-kisah mereka.
Allah berfirman,
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman.” (Q.s. Hud: 120)
Kisah Nabi Ibrahim menjadi salah satu kisah yang patut direnungkan oleh setiap mukmin. Perjalanan yang begitu panjang yang telah ditempuh, cobaan dan ujian yang telah dilalui serta pengorbanan-pengorbanan yang ia persembahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi bukti bahwa derajat imam ditentukan oleh besarnya pengorbanan.
Besarnya pengorbanan beliau ‘Alaihis salam terus terkenang dan menjadi buah bibir. Kesungguhannya dalam mentaati Allah -Sang Kekasih- dan kesabarannya dalam melewati semua ujian menjadikan beliau pantas mendapatkan gelar yang sempurna dari Allah ‘Azza wa Jalla yaitu Khalilullah, bahkan menjadi urutan pertama dari para Nabi pilihan (Ulul ’Azmi). Lebih dari itu, Allah menjaga keturunannya dengan menjadikan mayoritas Nabi yang diceritakan dalam Al-Qur’an dari keturunan Nabi Ibrahim sampai Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh para ulama, beliaupun kemudian dijuluki sebagai Abul Anbiya’, yaitu bapak para Nabi. (Qashahul Anbiya’ karya Ibnu Katsir hal. 167)
Diantara kelebihan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam juga adalah banyak ajaran yang pertama kali disyariatkan pada masanya terus menjadi ajaran Nabi sesudahnya. Misalnya dalam agama kita, salah satu rukun Islam diambil dari syariat yang dijalankan oleh Nabi Ibrahim yang dalam pelaksanaannya melibatkan seluruh anggota keluarga Nabi Ibrahim. Syariat itu adalah haji dan umroh yang sampai sekarang tetap dilaksanakan oleh umat Muhammad sejak 1442 tahun yang lalu. Bayangkan berapa banyak pahala yang tidak putus siang
dan malam tercurah kepada keluarga Ibrahim ’Alaihis salam karena miliaran manusia mengikuti apa yang mereka contohkan.
Besarnya pengorbanan menentukan derajat Iman.
Kaum Muslimin Rahimakumullaah,
Perlu kiranya kita mengingat kembali kisah pengorbanan keluarga Ibrahim ’Alahis salam. Setelah berpuluh tahun tidak mempunyai keturunan dari pernikahan pertamanya dengan Ibunda Sarah, Ibrahim akhirnya dikaruniai anak dari pernikahan keduanya dengan Ibunda Hajar. Ditengah kegembiraan mendapatkan anugerah tersebut, Nabi Ibrahim justru diuji oleh Allah untuk membawa anak istrinya ke “Waadin Ghairi Dzi Zar’in”, tempat yang tidak tumbuh tanaman apapun, kering tandus tak ada air. Jika kita yang mendapatkan perintah itu, pasti tidak akan sanggup kita memikulnya. Lain halnya dengan Ibrahim, beliau dengan keyakinan penuh mentaati perintah Allah tersebut, bahkan tidak lupa untuk menyebut tempat yang tandus itu dengan ungkapan: “Inda Baitikal Muharram”, yang berarti: di sisi rumah-Mu yang suci, yaitu Makkah.
Sesampainya di Makkah, keimanan Nabi Ibrahim ’Alaihis Salam kembali diuji. Ia diperintahkan oleh Allah untuk meninggalkan anak dan istrinya di sana, dan dilarang untuk menemani mereka. Hati siapa yang akan kuat meninggalkan isteri dengan bayi yang baru lahir sendirian di lembah tandus tanpa air. Tapi Ibrahim dengan kekuatan imannya tunduk dan patuh kepada perintah Allah.
Kisah luar biasa ini diabadikan oleh Allah Al-Khabir dalam firman-Nya,
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.s. Ibrahim: 37)
Hadirin rahimakumullaah,
Bukan hanya Nabi Ibrahim yang kuat, tsabat dan rela untuk berkorban. Bahkan Ibunda Hajar pun melakukan hal yang sama. Ketaatannya kepada suami serta keyakinan atas rahmat dan kebijaksaan Sang Khaliq, membuatnya tangguh melewati hari-hari bersama Ismail kecil dengan perbekalan seadanya. Beliau tidak cengeng, tidak meraung dan tidak baper. Ketika mulai kehabisan perbekalan air, Ibunda Hajar membuktikan keimanan dan kesungguhannya untuk terus melakukan usaha yang mampu dilakukan dengan melakukan sa’i, yaitu berlari antara Shafa dan Marwah untuk mencari rahmat Allah Sang Maha Rahim.
Barangkali Ibunda Hajar saat itu berharap akan menemukan kafilah yang akan membantu mereka, dengan mendaki bukit Shafa dan Marwah. Tapi siapa sangka bahwa hasil usaha itu ternyata berupa Zam-zam yang keluar dari gesekan lembut kaki Ismail kecil. Dari keberkahan air zam-zam ini, nyatalah harapan Nabi Ibrahim yang mengatakan,
فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ
“Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.s. Ibrahim: 37)
Ya, Zam-zam mata air dari surga yang sejak ribuan tahun lalu hingga sekarang terus memancar dan diminum oleh bermiliar manusia. Lebih dari itu, zam-zam menjadi satu-satunya air yang memiliki kandungan unik dan mempunyai khasiat serta faedah yang luar biasa yang tidak dimiliki air manapun di dunia. Setiap orang yang meminum air tersebut dan menggunakannya untuk berwudhu, atau menghadiahkannya ke orang lain, maka pahala mereka juga mengalir kepada keluarga suci ini. Allahu Akbar.
Besarnya pengorbanan menentukan derajat iman.
Hadirin Rahimakumullah,
Perngorbanan kedua Nabi Ibrahim adalah pengorbanan melaksanakan perintah Allah untuk menyembelih anak satu-satunya, Ismail. Allah terus menguji kebenaran Iman dan kesungguhan cinta Ibrahim. Allah tidak ridha ada dua cinta dalam hati hamba-Nya ini. Allah berfirman,
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya.”
(Q.s. Al-Ahzab: 4)
Bertahun-tahun ditinggalkan, hingga Ismail yang tadi kecil sudah mulai tumbuh remaja. Betapa besar rasa rindu Ibrahim kepada anaknya yang telah lama ditinggalkannya ini. Apalagi ia adalah anak semata wayang anak yang telah lama dinanti-nanti kelahirannya. Pada saat kerinduan Ibrahim terobati ketika mengunjungi Ismail di Makkah, Allahpun kembali menguji Iman Nabi Ibrahim. Ia menurunkan perintah untuk menyembelih anaknya melalui mimpi yang dilihat oleh Nabi Ibrahim.
Ibnu Abbas mengatakan: “Mimpi para Nabi adalah wahyu, berkata Muhammad bin Ka’ab bahwa para Nabi datang kepada mereka wahyu dari Allah dalam keadaan terjaga atau berbaring; karena para Nabi tidur matanya tapi tidak tidur hatinya. (Tafsir Al-Qurthubi 15/102).
Setelah bertemu Ismail, Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada anaknya, dan hal tersebut beliau lakukan dengan penuh ketegaran dan keyakinan akan perintah Sang Kekasih. Fenomena ketaatan Nabi Ibrahim ini Allah abadikan dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat. Allah berfirman,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” (Q.s. Ash-Shaffat: 102)
Lihat bagaimana reaksi seorang anak yang juga sangat mencintai sang ayah, Ismail ‘Alaihis salam. Sejak bayi, ia tidak bertemu ayahnya. Ketika bertemu, justru ayahnya diperintahkan untuk menyembelihnya. Dengan tegar dan tegas ia menjawab seraya meyakinkan sang ayah,
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar””.
(Q.s. Ash-Shaffat: 102)
Eksekusipun dijalankan, Allah berfirman,
فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلْجَبِينِ
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).”
(Q.s. Ash-Shaffat: 103)
Nyatalah kebenaran iman dan kesungguhan cinta Ibrahim kepada Sang Rabb, lalu Allah berfirman,
وَنَٰدَيْنَٰهُ أَن يَٰٓإِبْرَٰهِيمُ
”Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim”,
(Q.s. Ash-Shaffat: 104)
قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(Q.s. Ash-Shaffat: 105)
Lalu Allah menguatkan bahwa pengorbanan ini adalah ujian dari iman dan kecintaan tersebut,
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ
“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.”
(Q.s. Ash-Shaffat: 106)
Tidak sekedar itu, Allahpun menggantikan Ismail dengan seekor sembelihan yang besar,
وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
(Q.s. Ash-Shaffat: 107)
Lalu, contoh pengorbanan ini Allah abadikan hingga akhir zaman kelak, dengan disyariatkannya Qurban, yaitu menyembelih hewan terbaik yang dimiliki, sebagai tanda bahwa “besarnya pengorbanan menentukan derajat Iman”. Allah berfirman,
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (Q.s. Ash-Shaffat: 78)
Hingga sekarang, seluruh kaum muslimin selalu menyebutkan shalawat kepada Nabi Ibrahim beserta keluarga setelah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarga ‘Alaihumus shalaatu was salaam.
Hadirin rahimakumullah,
Sebagaimana Nabi Ibrahim telah menunjukkan pengorbanannya sebagai bukti keimanan, kecintaan dan ketaatannya kepada Sang Khaliq, pahamilah wahai saudaraku bahwa pengorbanan itu juga dituntut dari kita sebagai bukti kebenaran dari iman kita. Harta dan jiwa yang Allah anugerahkan kepada kita adalah sarana untuk menentukan derajat Iman kita. Semakin tinggi dahan pohon semakin keras angin yang menerpa. Semakin tinggi kelas seseorang, semakin sulit juga materi pelajaran yang diterimanya. Dan semakin tinggi karir seorang pegawai, maka semakin berat juga tanggung jawab yang dipikulnya.
Maka marilah kita muhasabah diri, sampai dimana tingkat iman kita, semakin baikkah atau malah sebaliknya.
ثَبَّتَنِيَ اللهُ وَإِيَّاكُمْ عَلَى الْحَقِّ وَالْهُدَى حَتَّى نَلْقَاه. أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيْئَة، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم.
Khutbah Kedua:
اَلحَمْدُ لِلّهِ الْكَبِيْرِ الْمُتَعَال، أَحْمَدُهُ عَلَى جَزِيْلِ النَّوَالِ وَكَرِيْمِ الْإِفْضَال.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، تَقَدَّسَ عَنِ الْأَنْدَادِ وَالْأَضْدَادِ وَالْأَمْثَال، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيِّنَا وَسَيِّدِنَا مَحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، كَرِيْمَ الْخِصَالِ وَشَرِيْفَ الْخِلاَل، صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ وَأَكْرَمِ آلٍ.
وَبَعْد؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْن، اِتَّقُوا الله عَزَّ وَجَلَّ، فَبِالتَّقْوَى تَحْصُلُ الْبَرَكَة، وَتَنْدَفِعُ الْمُصِيْبَة، وَإِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِيْن.
Hadirin rahimakumullah,
Dari penjelesan mengenai pengorbanan keluarga Ibrahim pada khutbah pertama, setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang harus kita pahami;
- Bahwa untuk menggapai kesempurnaan Iman perlu ada pengorbanan, dan itu tidak bisa dibuat-buat, dia akan datang menghampiri sesuai keseriusan dan kesungguhan seorang hamba.
- Bahwa pengorban yang dimaksud tidak sekedar harta dan jiwa, tapi bahkan waktu, perasaan bahkan harga diri juga kadangkala harus tergadai untuk itu.
- Bahwa keluarga memiliki peran yang sangat strategis dalam mencapi derajat Iman yang tinggi.
Semoga Allaah menggolongkan kita menjadi bagian dari hamba-hamba Allah yang selalu siap untuk berkorban Kholishon Lillaah, semata karena mengharap ridha-Nya semata.
﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنـَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ باَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ م مُحَمَّدٍ كَماَ باَرَكْتَ عَلىَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَات.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَان، وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوْا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيْم.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّاب.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اَللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء ،وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ .
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
أَقِيْمُوا الصَّلاَة..