fbpx

IkadiDIY.com

ILMU MUSTHOLAH AL-HADITS

ILMU MUSTHOLAH AL-HADITS

Oleh: Ust. Achmad Dahlan, Lc., MA.

 

Ilmu Mustholah al-Hadits disebut juga dengan Ilmu al-Hadits, atau Ulum al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Walaupun tidak semua ulama sepakat untuk menganggap sama istilah-istilah tersebut. Ibnu Jama’ah mendefinisikannya sebagai: “Ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.” (Qawaid at-Tahdits). Merupakan sebuah ilmu yang dirumuskan para Muhadditsun (ahli hadis) dengan melalui tahap penyempurnaan selama berabad-abad.

Dalam bentuknya yang final dan terstruktur seperti yang kita lihat sekarang ini, Ilmu Mustholah Hadits masih menyisakan ruang-ruang ijtihad yang memungkinkan penyempurnaan dalam beberapa detail permasalahan yang belum disepakati oleh para ahli hadis. Artinya, sebagai sebuah bidang kajian, Mustholah Hadits masih berkembang dan menerima kontribusi pemikiran dari para pengkaji ilmu ini. Dan inilah justru yang akan menjadikannya sebagai ilmu yang hidup, dinamis dan terbuka terhadap koreksi dan perubahan.

Dalam konteks ini, para ulama hadis kita mengajarkan bahwa sebuah teori bisa dikembangkan atau bahkan dibantah dan digantikan oleh teori lain yang mempunyai argumen yang lebih kokoh. Misalnya, sebelumnya hadis diklasifikasikan secara sederhana dengan membaginya menjadi hadis yang diterima dan ditolak. Kemudian muncul terma Hadis Hasan yang secara kualitas keshahihan berada ditengah-tengah antara keduanya. Setelah itu muncul istilah-istilah baru untuk hadis yang ditolak (dhaif) karena kompleksitas sebab ditolaknya hadis tersebut yang berkaitan dengan kualitas perawinya, bersambung atau tidaknya sanad dan sebagainya.

Sehingga dalam kajian ilmu hadis, -hampir bisa dikatakan- bersamaan dengan kemunculan abad baru, muncul pula tokoh-tokoh baru yang membangun teori baru, atau mematangkan dan mendetailkan teori yang sudah digagas ulama sebelumnya. Maka ketika kita menelusuri karya-karya dalam Ilmu Hadis dan mengurutkannya berdasarkan tahun penyusunannya, kita akan melihat betapa pesatnya perkembangan Ilmu Hadis, dan betapa besar effort dan kontribusi yang dicurahkan para pendahulu kita dalam rangka memuliakan, mengagungkan, dan menjaga dan melestarikan hadis Nabi.

 

Obyek Kajian Ilmu Mustholah al-Hadits

Ilmu Mustholah Hadits mengkaji hadis Nabawi sebagai obyek kajian. Hadis sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu: sanad dan matan. Artinya, -dengan kata lain- Mustholah hadits mengkaji sanad dan matan dan masalah yang berhubungan dengan keduanya.

Apakah sanad itu?

Sanad adalah: “rangkaian perawi sampai kepada matan hadis.”

Apa maksudnya rawi/perawi?

Perawi adalah: “orang yang meriwayatkan hadis. Dia mendapatkan hadis dengan cara mendengar kemudian menghafal atau menulisnya dari gurunya, kemudian menyampaikannya kepada orang lain (muridnya).”

Apakah matan itu?

Matan adalah: “Isi hadis, atau redaksi hadis (berupa informasi tentang ucapan atau perbuatan Nabi) yang terletak setelah sanad.”

Agar lebih memahami sanad dan matan, mari melihat contoh dibawah ini:

Ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bukunya al-Jami’ ash-Shahih, atau lebih terkenal dengan Shahih al-Bukhari. Imam al-Bukhari berkata:

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Oh ya, sebelumnya mungkin anda bertanya: apa artinya Imam Bukhari meriwayatkan hadis diatas dalam bukunya?

Baiklah, ini sedikit gambaran tentang periwayatan hadis:

Kita semua tahu bahwa semua ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad menjadi sumber hukum/syariat. Maka, para shahabat yang hidup sezaman dan berinteraksi dengan beliau berusaha untuk mengingat semua yang beliau sampaikan dalam bentuk ucapan, ataupun yang beliau lakukan dalam bentuk perbuatan. Setelah Nabi wafat, para shahabat kemudian menyampaikan apa yang mereka hafal itu kepada murid-murid mereka yang biasa disebut generasi Tabi’in. Sebagian shahabat juga menuliskan hadis yang ia dengar dari Nabi seperti Abdullah bin Amr bin al-Ash.

Para Tabiin kemudian menyampaikan hadis tersebut kepada murid-murid mereka yang biasa disebut generasi Tabi’it tabiin. Dan seterusnya, setiap generasi menyampaikan kepada generasi selanjutnya sampai kepada para perawi yang nantinya menuliskan hadis-hadis yang mereka dapat dalam bentuk karya tulis berupa buku, seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud dll. Nama-nama yang terakhir disebut adalah para Mukharrij al-Hadits.

Jadi sebenarnya, Imam al-Bukhari, Imam Muslim dan imam-imam hadis lain para Mukharrij al-Hadits dan penyusun kitab hadis itu adalah para perawi juga, sama seperti shahabat, tabi’in dan orang-orang yang menyampaikan hadis. Bedanya adalah, mereka menulis buku dari hasil periwayatan hadisnya, dan buku tersebut disebarluaskan dan dipelajari orang banyak. Berbeda dengan para perawi yang hanya menghafal hadis, atau menulis hadis sebagai arsip pribadinya, atau disampaikan kepada muridnya sebagai periwayatan yang terpisah-pisah.

Kembali kepada contoh diatas, terjemahan dari hadis diatas adalah:

Telah bercerita kepadaku Said bin Yahya bin Said al-Qurasyi, ia berkata: telah bercerita kepadaku: ayahku, ia berkata: telah bercerita kepadaku Abu Burdah bin Abdillah bin Abi Burdah dari Abi Burdah dari Abu Musa radhiyallahu anhu ia berkata: “Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Islam yang paling utama? Rasulullah menjawab: “Yaitu orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya.”

Yang disebut sanad adalah: “Telah bercerita kepadaku Said bin Yahya bin Said al-Qurasyi… sampai … dari Abu Musa radhiyallahu anhu. Semua nama yang disebut dalam kalimat tersebut disebut perawi. Sedangkan kata: Telah bercerita kepadaku (حدثنا) dan dari (عن) disebut sebagai: صيغة التحمل والأداء)) yaitu: kata/kalimat yang dipilih untuk menunjukkan cara seorang perawi mendapatkan hadis tersebut dari gurunya, apakah melalui pertemuan langsung, ataukah mendapatkan catatan dari guru dll.

Maka dalam sanad ada dua unsur: yang pertama adalah para perawi, dan yang kedua adalah Shigat at-Tahammul wa al-Ada’ 

Sedangkan yang disebut matan, dimulai dari: Para sahabat bertanya… sampai akhir kalimat, yang merupakan isi dari hadis tersebut.

 

Tujuan Ilmu Mustholah al-Hadits

Ilmu Mustholah al-Hadits disusun oleh para ahli hadis dalam rangka mengetahui keotentikan suatu hadis. Sebagai salah satu sumber hukum syariat Islam, hadis sampai kepada kita dengan cara yang relatif agak berbeda dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an dihafal oleh orang yang sangat banyak  dalam setiap generasi dengan jumlah yang meyakinkan kita bahwa tidak mungkin ada kesalahan atau pemalsuan. Hal ini bisa dibuktikan dengan akurasi kesamaan Al-Qur’an yang dihafal oleh banyak orang tersebut, bahkan sampai pada cara membacanya (tajwid). Apalagi Al-Qur’an segera didokumentasikan beberapa waktu setelah Rasulullah wafat, yaitu pada awal kekhilafahan Abu Bakar. Oleh karena itu, sampai hari ini kita hanya mengetahui satu versi Al-Qur’an, dan tidak menemukan versi lain. Bahkan sebagian kelompok Syi’ah yang mengklaim mempunyai Mushaf Fathimah dengan ayat yang jumlahnya tiga lipat dari Al-Qur’an yang kita kenal -sebagaimana disebutkan dalam sebagian literatur mereka- sampai sekarang tidak bisa membuktikan klaim tersebut. Fakta ini sebenarnya juga sesuai dengan janji Allah untuk menjaga Al-Qur’an sampai hari kiamat.

Berbeda dengan hadis yang penulisannya agak terlambat hingga awal abad kedua Hijriyyah sehingga memungkinkan peluang orang yang memalsukannya. Hadis juga mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Al-Qur’an karena jumlahnya yang tidak terbatas, karena hadis adalah dokumentasi semua ucapan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah sejak lahir Allah hingga wafat. Terlebih lagi, di akhir era shahabat, umat Islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok tersebut tentu berusaha meligitimasi pendapat mereka dengan argumentasi yang kuat. Karena Al-Qur’an tidak mungkin dipalsukan atau diselewengkan, maka sebagian mereka kemudian menjadikan hadis sebagai sarana meraih tujuan tersebut. Maka muncullah hadis-hadis palsu yang digunakan untuk menjustifikasi kepercayaan dan pendapat sebagian kelompok. Pada perkembangannya, beberapa pihak juga melihat peluang untuk mengekploitasi hadis dengan berbagai tujuan baik duniawi maupun dengan niat baik seperti memotivasi orang untuk beribadah dll.

Selain fakta adanya pemalsuan hadis, hadis yang jumlahnya sangat banyak dan melewati rentang waktu yang lama serta melalui periwayatan perawi yang sangat banyak memungkinkan terjadinya kesalahan periwayatan karena keterbatasan akal dan sumber daya yang dimiliki. Hal ini menyebabkan adanya hadis yang tidak akurat, kontradiftif dll.

Semua faktor tersebut menjadi motivasi para ahli hadis untuk menyusun Ilmu Musthalah al-Hadits dengan harapan bahwa hadis yang dijadikan sebagai sumber hukum bisa dipastikan validitasnya. Semua pembahasan Ilmu Mustholah al-Hadits disusun untuk mencapai tujuan tersebut.

Demikian sedikit pengantar untuk kita memahami Ilmu Mustholah Hadis. Pada tulisan selanjutnya kita mulai masuk dalam pembahasan dalam Ilmu Mustholah Hadits. Wallahu A’lam

Tinggalkan Komentar