MACAM DAN SEBAB TERJADINYA BENCANA DALAM AL-QUR’AN
Oleh: Arfiansyah Harahap, Lc.
(Bidang Pendidikan dan Pesantren PW IKADI DIY)
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ مُغِيْثِ الْمُسْتَغِيْثِيْنَ، وَكَاشِفِ كَرْبِ الْمَكْرُوْبِيْنَ، وَمُجِيْبِ دَعْوَةِ الْمُضْطَرِّيْنَ.
وَنَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، رَافِعُ الْبَلَاءِ عَنِ الْمُسْتَغْفِرِيْن، يُعْطِيْ وَيَمْنَع، وَيَخْفِضُ وَيَرْفَع، وَيَصِلُ وَيَقْطَع ﴿إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ﴾
وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، أَخْشَى النَّاسَ لِرَبِّه، وَأَتْقَاهُمْ لِلَّهِ فِيْ كُلِّ شَأْنِه، وَأَكْثُرُهُمْ لَهُ اسْتِغْفَارًا وَذِكْرًا، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهَ وَأَصْحَابِه، وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِه، وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْن، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَاكُمْ بِالتَقْوَى، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى فِي مُحْكَمِ آيَاتِهِ وُهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْن: ﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. أٌولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ.
Ma’asyiral Muslimin,
Bencana yang hadir bertubi-tubi melanda negeri kita bukanlah sekedar fenomena alam, gejala geografis, atau efek dari cuaca yang tidak menentu semata. Sungguh, tidak ada satu pun makhluk di muka bumi ini, yang hidup ataupun yang mati, yang berjalan ataupun yang merayap, kecuali semua bergerak atas izin Allah, bahkan bergerak pun atas perintah Allah.
Alam semesta berserta isinya berjalan sesuai dengan titah Tuhannya, yaitu Allah Subhaanahu wa ta’ala. Titah Allah terhadap semesta inilah yang disebut sebagai hukum kauniyah. Sementara itu, untuk manusia sebagai makhluk yang ahsani taqwim atau paling sempurna, Allah tetapkan hukum agama yang tertulis dalam kitabullah, Al-Qur’an.
Semua hukum Allah, baik kauniyah maupun Qur’aniyah, bersifat absolut. Ia memiliki sifat yang sama, yaitu pasti (exact), objektif, dan tetap, yakni tidak berubah dengan perubahan waktu dan tempat.
Baik hukum alam yang tidak tertulis dan hukum Al-Qur’an yang tertulis memiliki tautan yang tidak bisa dibantah. Hubungan antara keduanya begitu erat. Penjelasan akan hal ini dapat kita temukan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا.
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (Q.s. Al-Zalzalah: 4)
Rasulullah lalu bertanya, “Apakah kalian tahu apa yang diceritakan oleh bumi?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ عَمِلَ كَذَا وَكَذَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا.
“Sesungguhnya yang diberitakan bumi adalah ia menjadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, atas apa yang telah mereka perbuat di muka bumi. Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi. (H.r. Tirmidzi no. 2429).
Ibaadallaah,
Ketika perbuatan manusia sejalan dengan kitabullah, maka akan ada respon positif dari hukum kauniyah. Sementara itu, saat perbuatan manusia bertolak belakang dengan kitabullah, maka akan ada respon negatif darinya. Kadang, bencana dapat kita evaluasi dari sudut pandang ini.
Di dalam Al-Qur’an, setidaknya dibicarakan ada tiga jenis musibah atau ujian:
Pertama, bencana yang bertujuan memuliakan dan meningkatkan derajat seorang hamba. Bencana seperti ini Allah tunjukkan hanya kepada para Nabi, Rasul, serta para wali-wali Allah, dan tidak akan sanggup jika ditimpakan kepada manusia biasa. Hal ini bisa terlihat dari ujian yang menimpa para Nabi, Rasul, dan wali-wali Allah. Di antara mereka ada Nabi Ayyub ‘Alaihis-salaam, yang kisahnya sangat masyhur di tengah ummat Islam. Beliau mendapatkan berbagai cobaan, hingga akhirnya Allah mengangkat cobaan tersebut, setelah kesabaran yang luar biasa dari Nabi Ayyub.
Hadirin rahimakumullah,
Kedua, bencana yang Allah timpakan untuk menguji kekuatan iman seorang hamba untuk memuliakannya. Pengakuan terhadap keimanan seseorang kepada Allah tidak cukup dengan lisan semata, tetapi harus ada pembuktiannya. Salah satunya, dengan didatangkan bencana oleh Allah. Allah berfirman :
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا أَن يَقُولُوٓا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ.
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.s. Al-Ankabut: 2)
Sering kali, ujian tersebut sangat berat dirasakan, sehingga manusia sekaliber sahabat-sahabat yang termasuk wali-wali Allah merintih akan bencana ini. Sebagaimana yang telah Allah beritakan dalam Al-Qur’an.
اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهُ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ.
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga. Padahal belum datang kepadamu (cobaan), seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. (Q.s. AL-Baqarah: 214)
Ibadallah,
Bagi seorang mukmin, musibah adalah cara Allah memuliakan hamba-hamba-Nya. Ujian dari Allah itu mengikis cara pandang bahwa kemuliaan itu terletak pada harta dan jabatan. Bukankah kita telah melihat bahwa Qarun, Fir’aun, dan Namrud terhina karena hal tersebut.
Ketiga, musibah yang Allah turunkan bertujuan mengazab dan menghinakan suatu kaum. Hal ini sebagaimana yang Allah timpakan kepada umat terdahulu. Kaum Nabi Luth, kaum ‘Aad, dan Tsamud tidak Allah sisakan sedikit pun di atas muka bumi ini. Bani Israel juga pernah diazab Allah dengan menjadi budak selama 300 tahun. Jangankan rumah, bahkan diri, harta, dan anak-anak mereka berada dalam kekuasaan Fir’aun.
Ibaadallah,
Sebab-sebab yang menjadikan jenis musibah turun juga diterangkan dengan nyata dalam Al-Qur’an. Apa saja yang menjadi sebab ditimpakannya suatu musibah?
Musibah didatangkan bersebab merebaknya kemaksiatan dan kezhaliman. Manusia tidak lagi punya rasa malu untuk melakukan perzinahan individu sampai prostitusi online dan offline. Orang juga gampang minum-minuman keras dan mengonsumsi narkoba. Selain itu, semakin enteng saja orang menjadikan agama sebagai bahan olok-olok, diacuhkan, dan dijadikan bahan candaan. Tiang agama dirobohkan, sendi-sendi Islam dihinakan, hawa nafsu diperturutkan, sampai harta syubhat dan haram tak lagi dihiraukan dalam kehidupan seorang muslim.
Jika perbuatan-perbuatan tersebut secara luas dilakukan dan dibiarkan, sungguh kita khawatir musibah yang menimpa adalah teguran dari Allah ta’ala. Na’udzu billaah. Allah berfirman sebagai berikut.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكٰتِ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَرْضِ وَلٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.s. Al-A’raaf: 96).
Berikutnya, musibah terjadi karena kerusakan yang dilakukan manusia atas bumi. Kerusakan itu bahkan tidak pernah dilakukan oleh manusia-manusia zaman dahulu, baik di lautan maupun di daratan. Pembabatan hutan, pengerukan lahan-lahan yang menjadi terminal air, hingga pengurukan laut merupakan contoh kedzaliman manusia yang dipicu keserakahan. Alam yang tidak dijaga, sampah yang dibuang dengan sembarangan, limbah yang dialirkan sesukanya, penggunaan zat-zat kimiawi yang tanpa batas, hingga kebijakan-kebijakan yang melegalkan semua itu merupakan penyebab terjadinya musibah dan bencana. Allah berfirman:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.s. Ar-Ruum: 41).
Penyebab lain, musibah terjadi saat orang-orang kaya berbuat kerusakan. Karunia harta yang Allah berikan tidak membuat mereka semakin menghamba, tunduk dan takut, tapi malah membuat semakin angkuh, sombong, bahkan membangkang, layaknya Qorun pada masa Nabi Musa ‘Alaihis salam. Allah berfirman,
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا.
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Q.s. Al-Isra: 16).
Orang-orang kaya yang jauh dari iman cenderung hidup dalam kemewahan. Mereka tak segan melakukan kerusakan, baik fisik maupun sosial. Bukankah bisnis amoral dan eksploitasi alam yang berpotensi menyebabkan kerusakan bukan dilakukan petani kecil? Kerusakan hutan dan perubahan kontur tanah akibat eksploitasi yang mengindahkan alam banyak dilakukan pengusaha-pengusaha kaya yang jauh dari iman. Inilah salah satu pangkal terjadinya musibah.
Terakhir, musibah terjadi ketika kebatilan dilegalkan. Jika kemaksiatan dilakukan sendiri, maka akibatnya akan dirasakan oleh yang bersangkutan. Orang yang suka berzina berpotensi terkena HIV Aids. Akan tetapi, jika hal tersebut dilegalkan, maka akibatnya akan lebih luas. Contohnya adalah umat-umat terdahulu yang Allah luluh-lantakkan negeri mereka.
Hadirin yang dirahmti Allah,
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah (rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, belajar bukan karena agama (untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras (menjerit-jerit) di masjid, orang fasik menjadi pemimpin suatu bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhlaknya, orang dihormati karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat) banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat Nabi Saw., tabi’in, dan para imam muktabar). Maka, hendaklah mereka waspada karena pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa, longsor, dan kemusnahan. Kemudian diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain, seperti untaian permata yang berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).” (H.r. Tirmidzi)
Hadirin yang dirahmati Allah,
Mari kita bertakwa kepada Allah. Kita mesti bersikap lebih arif, bijak, dan menyayangi lingkungan sebagaimana kita ditugaskan Allah untuk memakmurkan bumi ini. Semoga pula Allah menjadikan setiap bencana yang sedang menimpa negeri ini sebagai pelajaran untuk makin taat pada Allah. Selebihnya, mari kita bergotong-royong, saling membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan uluran tangan. Marilah kita salurkan harta kita melalui lembaga-lembaga sosial yang ada. Kita semua sedang diuji, sekaligus dipanggil untuk peduli terhadap keadaan saudara kita.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ.
Khutbah Kedua II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ عَلَى كُلِّ حَالٍ، عَلَى الْعَافِيَةِ وَالْبَلَاءِ وَعَلَى السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ، سُبْحَانَهُ يَسْتَدْرِجُ الظَّالِمِيْنَ بِالْإِمْلَاءِ، وَيَصْطَفِي الْمُؤْمِنِيْنَ بِالاِبْتِلَاءِ، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوِصِي نَفْسِي وَ إِيَاكُمْ بِالتَقْوَى، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
((إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا))
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَـنَا وَتَرْحَمْنَا لَـنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ.
رَبَّنَا هَبْ لَـنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَـنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
رَبَّنَآ اٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّار.
وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Download file PDF KLIK