Assalamualaikum Ustadz, Saya mau bertanya tentang keraguan dan kegundahan hati saya. Saya adalah anak tunggal dalam keluarga. Sejak ayah saya ditinggal almarhumah Ibu saya ditahun 2014, dan kemudian menikah siri dengan teman SMA-nya, beliau berubah sikap terhadap saya. Dari yang sebelumnya sangat perhatian menjadi acuh tak acuh, suka membandingkan saya dengan anak istri sirinya, bahkan ketika saya melakukan hal yang benar tetap dianggap salah. Dikala saya butuh motivasi karena tekanan pekerjaan dll, beliau malah lebih membuat down. Apalagi dikala -alhamdulillah- saya mendaptkan karunia anak, Dari awal melahirkan sampai besar, beliaupun tidak pernah ada sepatah kata menanyakan cucunya. Bahkan jikan saya cerita dia di WA beliau hanya respon dengan sticker Jempol “mantap”, saya merasa tersakiti!.
Yang saya tanyakan, setelah saya menikah, apakah saya mempunyai kewajiban ke beliau? Apakah saya harus menganggap istrinya adalah ibu saya? Bagi saya, itu adalah hal yang sangat berat. Dan selama ini, saya hanya menganggapnya sebagai kekasih Ayah saya saja. Dan apakah betul rasa cemburu seorang anak ke Ayahnya? Dan yang terakhir, apakah yang penting saya tetap berbuat baik ke Ayah saya, silaturahmi ketika idulfitri, ketika dia butuh uang minta kesaya saya baru kasih (bukan bulanan).
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Kewajiban anak adalah berbakti kepada kedua orangtuanya, bagaimanapun keadaan dan perilaku kedua orang tuanya. Berbakti kepada kedua orangtua digambarkan dalam surat Al-Isra’ :
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا . وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Isra’ Ayat 23-24).
Ayat di atas adalah bentuk berbakti kepada orangtua, yaitu :
1. Jangan mengatakan ah (atau yang semisal dengan itu)
2. Jangan membentak
3. Sampaikan perkataan yang mulia
4. Merendahkan diri di hadapan mereka
5. Mendoakan mereka
Jika orang tua mengajak kepada sesuatu yang melanggar syariat dan aturan, maka:
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Luqman Ayat 15).
Jika mereka telah lanjut usia, maka kita merawatnya. Rasulullah SAW bersabda:
رَغِمَ أَنْفُهُ ، ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ،ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ “. قِيلَ : مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : ” مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ، أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا، ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ “
”Celaka seseorang itu (diulang tiga kali). Sahabat bertanya: siapa yang celaka wahai Rasulullah?
Beliau menjawab: orang yang mendapati salah satu orang tuanya atau dua-duanya dalam keadaan tua, kemudian (anak tersebut) tidak masuk surga.” (HR Muslim).
Itulah beberapa kewajiban kita kepada orang tua, tanpa memandang apa dan bagaimana orangtua kita. Dalam persoalan yang anda hadapi, anda sudah menikah. Maka kewajiban anda adalah berbakti kepada suami. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau,
الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi).
Apalagi anda sudah punya anak. Maka kewajiban anda bertambah, yaitu mendidik anak dengan kasih-sayang. sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَاْلأَمِيْرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Apalagi anda adalah seorang ibu, pepatah menyebutkan
الأم مدرسة إذا أعددتَها # أعددتَ شَعْباً طَيِّبَ الأعراق
“Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya, Berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.”
Semua kewajiban tersebut, yaitu berbakti kepada orangtua, berbakti kepada suami dan mendidik anak, kita kerjakan karena kita taat perintah Allah SWT dan berharap pahala di akhirat. Bukan dalam rangka menuntut mereka untuk memberikan balasan kebaikan di dunia atau reward yang pantas.
Apapun kondisi dan sikap mereka; ayah, suami dan anak; kita harus tetap menjalankan kewajiban kita dengan Ikhlas, bahagia dan mengharap Ridha dari Allah SWT. Dengan cara ini, tentu saja kehidupan kita jadi bermanfaat dan sakinah.
Ada beberapa saran untuk kondisi anda sekarang :
1. Ayah anda tidak terlalu membutuhkan anda, maka tidak perlu kita memaksa ayah untuk perhatian, sayang dan peduli kepada kita. Kita memakluminya dan mendoakan
2. Tidak perlu membuka dan mengingat kenangan lama yang akan membuat sakit hati kita. Cukuplah masa lalu menjadi kenangan terindah, dan kita focus dengan masa depan
3. Tetaplah memberi perhatian kepada ayah, terutama dalam kesehatan beliau, keuangan dan silaturahmi. Jika ayah tidak mempedulikan, kita bersikap secukupnya, supaya proporsional.
4. Fokuslah berbakti kepada suami anda, karena perempuan yang sudah menikah maka lebih diutamakan berbakti kepada suaminya
5. Bicarakan baik-baik kondisi ayah anda kepada suami; tanpa harus menjelek-jelekkan dan menghakimi. Dengan komunikasi yang baik, semoga suami bisa menata perasaan, bisa memahami dan bisa bersikap proporsional. Anda dan suami harus satu persepsi dan satu langkah dalam bersikap terhadap orangtua.
6. Ada amanah yang lebih besar, yang harus anda emban, yaitu anak anda. Didiklah dia dengan baik dan penuh kasih-sayang. Jangan membuat luka kepada anak anda sebagaimana anda pernah mengalaminya
7. Tidak perlu menanamkan rasa kebencian anak anda terhadap kakeknya; apapun sikap kakeknya terhadap anak kita. Ajarkan kepada anak kita untuk belajar mencintai dan memberi tanpa menuntut balasan.
Semoga Allah memberikah hidayah kepada ayah anda dan juga kepada kita semua agar senantiasa mampu berbuat baik sesuai ajaran Islam, dalam kondisi apapun.
Wallau A’lam
Dijawab oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I, M.H