Assalamualaikum, Ustadz. Saya ingin bertanya. Apa hukum bagi anak belum baligh yang membunuh orang lain? Apakah dia berdosa?
Wa’alaikumussalam Wr. Wb
Untuk mendudukkan posisi anak yang belum baligh dalam hukum syariat, kita dapat merujuk penjelasan Rasulullah Saw. Dari Ali r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda,
“رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (H.r. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Hadits ini bermakna bahwa anak yang belum baligh tidak terkena hukum wajib menjalankan syariat, seperti salat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Demikian pula dalam pelanggaran syariat, mereka yang belum baligh tidak mendapatkan sanksi. Ibnu Qudamah menjelaskan hukum anak kecil yang murtad sebagai berikut. “Anak kecil tidak dihukum bunuh, baik kita anggap sah murtadnya atau tidak sah. Hal ini disebabkan anak kecil tidak wajib dihukum, dengan dalil hukum zina, mencuri, atau pelanggaran lainnya, tidak terkait dengannya…” (al-Mughni, 9:16).
Mereka akan mendapatkan sanksi jika sudah mulai baligh. Ukuran baligh menurut Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitab Safinatun Najah ada 3 (tiga) hal, yaitu: (1) sempurnanya umur lima belas tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, (2) keluarnya sperma setelah berumur sembilan tahun bagi anak laki-laki dan perempuan, dan (3) menstruasi atau haid setelah berumur sembilan tahun bagi anak perempuan (2009: 17). Dengan demikian, sebelum baligh, anak-anak tidak mendapatkan sanksi hukum syariat.
Demikian pula dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (2) diberikan pengertian tentang perlindungan anak sebagai berikut: “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan hasrat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Meskipun demikian, sanksi bisa diterapkan kepada mereka yang belum baligh dalam rangka pembiasaan dan pendidikan. Rasulullah Saw. mengajarkan memukul anak pada usia sepuluh tahun jika tidak menjalankan salat. Beliau bersabda:
مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anakmu melaksanakan salat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan salat jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (H.r. Abu Dawud).
Dalam peristiwa pidana, tentunya mereka yang belum baligh juga mendapatkan sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah. Jika tidak ditemukan dalil sharih tentang sanksi, bagi mereka yang melakukan tindakan pembunuhan sementara usia belum baligh, maka diberlakukan hukum takzir, yaitu hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim, karena tidak terdapat ketentuannya di dalam Alquran dan hadits. Secara istilah, takzir merupakan hukuman yang diberikan kepada pelaku dosa-dosa yang tidak diatur dalam hudud atau aturan.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, Bab I Pasal 1 butir 3 disebutkan bahwa anak yang berkonflik dengan hokum, yang selanjutnya disebut ‘Anak’ adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.”
Sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana adalah sesuai dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu berupa pidana dan tindakan. Sementara itu, pertanggungjawaban pidana anak di bawah umur yang melakukan pembunuhan adalah sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam KUHP dan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Anak telah mengaturnya lewat sanksi pidana yang terdiri dari pidana pokok serta pidana tambahan. Kemudian apabila benar terbukti bahwa anak (di bawah umur) melakukan tindak pidana pembunuhan maka proses persidangan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012, sedangkan hukumannya adalah 1/2 (satu perdua) dari hukuman orang dewasa.
Bagaimanapun juga, kita tidak dapat meninggalkan hukum positif yang telah ditetapkan dalam bernegara. Dalam kasus di atas, anak yang berperkara dalam hukum akan berhadapan dengan hukum negara juga. Demikian penjelasan kami.
Dijawab oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I, M.H