Assalamualaikum Wr. Wb. Izin saya ingin bertanya Ustadz. Jadi begini Ustadz, saya didiagnosa OCD dan kadang keluar was-was menghina Allah. Sebelumnya bisa saya atasi dan tidak parah tapi kurang lebih sebulan ini menjadi sangat parah Ustadz. Pencetusnya kurang lebih sebulan yang lalu saya teringat tetangga saya yang tiba-tiba meninggal, setelah itu tiba-tiba di hati saya keluar perkataan seperti ini: “coba saya digituin bisa ga” seolah-olah saya menantang Tuhan. Sehari setelahnya, anak saya melihat YouTube tentang malaikat, setelah itu saya ketakutan lagi dan keluar lagi kata kata seperti itu “coba aku digituin bisa ga” seolah olah saya menantang malaikat. Saya jadi semakin ketakutan Ustadz. Hari-hari berikutnya setiap memikirkan masalah itu, malah semakin kalimat tantangan itu keluar. Apakah hal ini dihitung sebagai dosa Ustadz? Saya tidak pernah berniat berkata-kata seperti itu Ustadz,saya takut sekali tantangan itu dibuktikan. Atas jawabannya saya mengucapkan terimakasih
Waalaikumussalam Wr. Wb
Sesuatu yang diucapkan oleh hati atau terbersit dalam hati disebut dengan hadits an-Nafs dalam bahasa Arab. Artinya: pembicaraan hati, atau apa yang dikatakan oleh hati. Dalam hadis, Rasulullah menegaskan bahwa hadits an-Nafs termasuk diantara hal yang dimaafkan oleh Allah jika terjadi, seperti dalam sabdanya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ أَوْ تَتَكَلَّمْ قَالَ قَتَادَةُ إِذَا طَلَّقَ فِي نَفْسِهِ فَلَيْسَ بِشَيْءٍ
Jadi sesuatu yang merupakan pembicaraan hati, tidak dihitung oleh Allah sebagai amalan, maka tidak akan dihisab di akhirat, selama belum diungkapkan dalam bentuk perkataan atau diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Apalagi dalam kasus anda, anda menderita OCD (Obsessive Compulsive Disorder) yang berarti gangguan mental yang ditandai dengan obsesi dan/atau kompulsi. Obsesi adalah pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang, sementara kompulsi adalah perilaku yang tidak dapat dikendalikan.
Maka dalam kasus anda, ada dua sebab yang membuat bisikan hati itu tidak dianggap dosa:
- Sesuai dengan hadis diatas, bahwa bisikan hati dimaafkan oleh Allah
- Anda menderita penyakit dimana penyakit tersebut berada diluar kemampuan anda untuk mengendalikannya. Karena pada dasarnya, musibah apapun yang menimpa kita merupakan ketetapan dari Allah. (Q.s. At-Taghabun: 11, Al-Hadid: 22-23). Dan sesuatu yang tidak ada dalam kendali kita tidak kita pertanggung jawabkan di depan Allah Taala. (Q.s.
Al-Baqarah: 286)
Terdapat sebuah hadis yang menjelaskan bahwa beberapa sahabat Nabi mengalami hal yang kurang lebih sama dengan yang anda alami. Dari Abu Hurairah, ia berkata:
جَاءَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلُوهُ: إِنَّا نَجِدُ فِي أَنْفُسِنَا مَا يَتَعَاظَمُ أَحَدُنَا أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ: وَقَدْ وَجَدْتُمُوهُ؟ قَالُوا: نَعَمْ، قَالَ: ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ.
Artinya: “Sekelompok orang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi Rasulullah dan bertanya: ‘Sesungguhnya kami menemukan dalam hati kami sesuatu yang kami merasa sangat besar kekhawatiran kami untuk membicarakannya? ‘ Beliau menjawab: ‘Benarkah kalian telah mendapatkannya? ‘ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda: “Itu adalah tanda kemurnian iman.” (H.r. Muslim)
Dalam riwayat al-Baihaqi, dengan redaksi:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَشْيَاءُ نَجِدُهَا فِي أَنْفُسِنَا يَسْقُطُ أَحَدُنَا مِنْ عِنْدِ الثُّرَيَّا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَجَدْتُمْ ذَلِكَ؟ ذَاكَ صَرِيحُ الإِيمَانِ
Artinya: Wahai Rasulullah, ada hal-hal dalam hati kami yang apabila kami terjatuh dari langit, maka hal itu lebih kami senangi daripada kami mengungkapnya (dengan perkataan). Maka Nabi bersabda: ‘Benarkah kalian telah mendapatkannya? ‘ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda: “Itu adalah tanda kemurnian iman. (H.r. Al-Baihaqi)
Imam Nawawi mensyarah hadis ini dengan mengatakan: “Kekhawatiran/ketakutan kalian yang sangat besar untuk mengungkapnya merupakan kemurnian iman. Karena ketakutan yang besar untuk mengucapkannya, -apalagi meyakininya- tidak mungkin ada kecuali dalam diri orang yang imannya mencapai kesempurnaan, tanpa ada keraguan dan kebimbangan.” (Al-Minhaj Syarh Shahin Muslim ibn Hajjaj)
Perasaan jatuh kepada dosa karena memiliki lintasan-lintasan pikiran yang tidak baik juga merupakan tanda keimanan. Karena orang yang tidak beriman, tidak peduli dengan ucapan dan perbuatannya, apakah bertentangan dengan syariat atau tidak. Sedangkan orang yang beriman, agar berusaha berhati-hati agar tidak jatuh kepada hal yang dilarang Allah. Dan apabila sudah terjatuh, timbul perasaan menyesal dan rasa takut kepada Allah.
Kemudian, bagaimanakah solusinya jika lintasan dan bisikan hati itu berulang? Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزَالُ النَّاسُ يَتَسَاءَلُونَ حَتَّى يُقَالَ هَذَا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ فَمَنْ خَلَقَ اللَّهَ فَمَنْ وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَلْيَقُلْ آمَنْتُ بِاللَّه
Artinya: Dari [Abu Hurairah] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Manusia senantiasa bertanya-tanya, hingga dikatakan: ‘ Allah yang menciptakan makhluk, lalu siapakah yang menciptakan Allah?, maka barangsiapa mendapatkan sesuatu dari hal tersebut (dalam hatinya), maka hendaklah dia berkata, ‘Aku beriman kepada Allah’. (H.r. Muslim)
Kesimpulannya: Bisikan dan lintasan pikiran yang buruk yang anda alami tidak dianggap sebagai dosa, dan apabila hal itu berulang, maka tegaskan dalam hati: Aku beriman kepada Allah. Insyaallah, hal itu akan mampu mengusir bisikan dari setan dan lintasan pikiran yang tidak baik. Wallahu A’lam.
Dijawab oleh: Ust. Achmad Dahlan, Lc., MA.