HORMATI GURU; SEBUAH KEWAJIBAN
Oleh: Denis A. Pakih Sati, Lc. MH.
“Siapakah manusia yang paling terhormat,” kata al-Makmun suatu hari kepada al-Farra’; guru al-Nahwu kedua anaknya. Pangkal masalahnya, suatu hari ketika selesai mengajar; ketika al-Farra’ ingin kembali ke rumahnya, kedua anak khalifah berpacu untuk mengambilkan sandal gurunya dan memakaikannya. Keduanya bersitegang, yang kemudian berujung dengan solusi: masing-masing mendapatkan satu sandal untuk diserahkan kepada gurunya dan memakaikannya.
“Saya tidak tahu seorang pun yang lebih terhormat dari Amirul Mukmin,” jawab al-Farra’ penuh kecemasan. Ia khawatir jikalau kejadian itu membuat Khalifah marah.
“Oke,” jelas Khalifah. “Manusia yang paling terhormat adalah adalah orang yang jikalau ia bangkit dari majelisnya, dua orang pangeran berpacu-bersitegang untuk mengambil sandalnya, sampai keduanya rela untuk mendapatkan sebelah sandal saja.
al-Farra’ menduga ia akan mendapatkan hukum. Namun tidak, khalifah melanjutkan, “Jangan Anda menghalangi mereka berdua melakukannya, saya justu akan memarahi Anda. Apa yang keduanya lakukan, sama sekali tidak menurunkan kehormatan keduanya. Bahkan justru meninggikan kemuliaan keduanya.”
Itu anak Khalifah; jabatan tertinggi di masyarakat kaum Muslimin; pemimpin Negara. Kita? Anak dimarahin guru saja, lansung lapor polisi.
Abu Hanifah, sama sekali tidak mau meluruskan kakinya ke arah rumah gurunya al-Hammad demi menghormatinya. Padahal, jarak rumahnya jauh.
Imam al-Syafii jikalau berada di Majelis Imam Malik, berusaha setenang mungkin ketika membolak-balik kertas bukunya agar tidak mengganggu gurunya dan merusak konsentrasinya. Dan paling penting, menghormati wujudnya.
Al-Rabi’ bin Sulaiman pun begitu. Jikalau ia berada di Majelis Imam al-Syafii, ia sama sekali tidak berani minum di hadapannya. Kenapa? Menghormati gurunya. Segan dengan wibawa sang Imam.
Maka, kita semuanya harus mau dan harus bisa menghormati guru. Agar, ilmu yang kita dapatkan berkah; menjadi kebaikan bagi kita semua.
Tidak ada salahnya jikalau kita melakukan apa yang dilakukan oleh Abu Yusuf kepada gurunya Abu Hanifah. Setiap kali shalat, sebelum salam, ia mendoakan keduanya orangtuanya dan gurunya Abu Hanifah; “Allahummughfirly wa li walidayya wa li Abi Hanifah.”