KEKUATAN IMAN
Ust. Denis Arifandi Pakih Sati
Iman, jikalau sudah tertanam di dalam dada, tertancap dalam, ia tidak akan mampu digoyahkan apapun, sekuat dan sekeras apapun guncang tersebut.
Bilal bin Rabah; sosok yang kurus, berkulit cokelat, dan bersuara merdu, ketika disiksa oleh Umayyah bin Khalaf, ia mampu bertahan dengan batu besar yang ditindihkankan ke badannya. “Ahadun Ahad,” ucapan lisannya berkali-kali.
Ketika ditanya, bagaimana ia bisa menghadapi siksa yang begitu besarnya. “Saya mencampurkan antara manisanya iman dan pahitnya siksaan, kemudian saya bersabar.”
Asiyah bin Muzahim; istri Firaun, mungkin siksaan yang diterimanya lebih dahsyat lagi. Jikalau Bilal ketika itu berstatus budak, dan mungkin sudah terbiasa dengan sikap kasar, namun tidak dengan Asiyah. Ia berstatus Permaisuri raja, hidup di Istana, dengan segala kemewahannya dan kenikmatannya.
Dalam riwayat Abu Ya’la dalam Musnadnya, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, kedua tangannya dan kedua kakinya diikatkan dengan empat tiang, yang kemudian akan ditarik. Setiap kali ditarik, maka Malaikat menaunginya.
Di ujung kematiannya, ia tersenyum, sebagaimana diceritakan Ibn Katsir. Hal ini membuat Firaun ngamuk. Udah disiksa, kok masih senyum. Ternyata, rumahnya di surga diperlihatkan kepadanya.
Orang yang disiksa, kemudian masih bisa tersenyum, itu sungguh menyakitkan bagi yang menyiksa.
Itulah kekuatan keimanan, ketika bersemayam di dalam dada.*