Assalamualaikum, Ustadz. Saya mohon izin bertanya. Ada tetangga nasrani yang sedang merayakan Natal. Mereka mengirimi kami makanan siap makan dalam jumlah banyak. Katanya diniatkan untuk sedekah. Apa yang harus kami lakukan dengan makanan tersebut dan apa hukumnya kalau kami menyantapnya? Wassalamualaikum.
Wa’alaikumussalam Wr. Wb
Sebelumnya kami sampaikan terima kasih atas pertanyaan yang diajukan. Semoga Allah Swt. memberikan pemahaman untuk kita semua. Untuk menelisik kasus yang ditanyakan, marilah kita mencermati penjelasan Allah Swt. di dalam Alquran berikut ini.
وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ
Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. (Q.s. Al-Ma’idah: 5).
Kata tha’am yang dimaksud dalam ayat di atas, dimaknai dalam Tafsir Jalalayn sebagai dzabaih atau ‘sembelihan’. Imam Al-Qurthubi menjelaskan dalam Tafsir Al-Qurthubi dengan mengutip dari Imam at-Thabari bahwa ulama telah berijma’ bahwa sembelihan ahlul kitab itu dibolehkan. Demikian juga dicatat oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid.
Namun demikian, ada beberapa catatan tentang makanan dari tetangga Anda. Pertama, zat makanan itu memang halal. Misalkan yang diberikan kepada kita adalah babi, bangkai, atau miras, maka sudah pasti ia haram untuk dimakan. Jika zatnya halal, seperti daging kambing, kerbau, ayam, roti, dan lain-lain, maka hukumnya halal untuk dikonsumsi. Kedua, kita perlu menimbang kaidah: al-yaqiinu la yazuulu bisy-syakki. Yang yakin tidak dapat dibatalkan dengan yang ragu-ragu. Artinya, Anda perlu menimbang bagaimana keyakinan Anda terhadap perilaku keseharian tetangga nasrani tersebut. Jika tetangga nasrani tadi jelas memelihara anjing, suka mabok, melakukan maksiat, maka makanannya sangat mungkin akan tercampur dengan hal-hal yang haram. Baiknya tidak kita konsumsi.
Ketiga, kalau kita mendapatkan makanan dari binatang sembelihan yang zatnya halal, tetapi kita tidak mengetahui apakah disebutkan nama Allah atau tidak, maka diperbolehkan makan darinya dengan membaca bismillah bagi orang yang memakan. Dari Aisyah Radhiyallahu anha bahwa suatu kaum bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya suatu kaum mengantarkan daging kepada kami. Kami tidak mengetahui apakah dia menyebut nama Allah atau tidak (saat menyembelih). Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
سَمُّوا اللَّهَ عَلَيْهِ وَكُلُوهُ
“Hendaklah kalian baca bismillah dan makanlah” (H.r. Bukhari).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Tidak harus bertanya, siapa yang menyembelih, (apakah) orang Islam atau ahli kitab dan bagaimana cara menyembelihnya. Apakah membaca bismillah atau tidak? Bahkan tidak layak. Karena hal itu termasuk berlebihan dalam beragama. Sementara Nabi Saw. makan dari apa yang disembelih Yahudi tanpa menanyakan kepada mereka. Dalam sahih Bukhari dan lainnya dari Aisyah radhiallahu anha bahwa orang-orang bertanya kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya kaum nonmuslim mengantarkan daging kepada kami, kami tidak mengetahui apakah mereka menyebut nama Allah atau tidak.” Maka beliau bersabda, “Hendaknya kalian baca bismilah dan makanlah.” (Aisyah) mengatakan, “Mereka baru masuk Islam. Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada mereka memakannya tanpa menanyakannya. Padahal orang-orang yang datang itu, boleh jadi tidak mengerti hukum-hukum Islam, karena mereka baru masuk Islam.” (lihat karangan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Risalah Fi Ahkami Udhiyah Wazakat).
Dijawab oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I, M.H.