Assalamualaikum Ustadz, Izin saya mau bertanya. Saya memiliki seorang teman yang sudah menikah dan memiliki seorang anak, teman saya hampir setiap bulan meminjam uang kepada saya, beliau mengatakan untuk kebutuhan pekerjaan dengan menyertakan bukti kebutuhannya dan selalu saya pinjamkan karena saya percaya beliau, namun pada suatu hari di tengah malam istrinya mengirim massage kepada saya menggunakan hp milik teman saya mengatakan bahwa “saya istrinya si fulan, kalau si fulan pinjam uang tolong jangan dipinjamkan lagi, karena itu untuk judi online, dan kalau kamu membaca pesan ini tolong jangan dibalas dan jangan bilang siapapun”, apa yang harus saya lakukan disaat posisi tersebut? Terima kasih. Wassalam.
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
Ada Langkah-langkah sebaiknya kita lakukan jika ada sebuah berita datang kepada kita, terutama menyangkut kredibiltas seseorang :
1. Diteliti kebenarannya
Allah SWT telah berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Hujurat ayat 6)
Tentunya untuk meneliti kebenarannya adalah dengan:
a. Kredibiltas pembawa berita
Jika kualitas pembawa berita adalah sekelas orang fasiq, maka jangan cepat-cepat kita mengambil kesimpulan. Kualitas sekelas orang fasiq seperti orang yang biasa menipu, berbohong, tenggelam dalam dosa dan semisalnya. Jika berita dari orang-orang seperti ini, mestinya kita tidak segera mengambil kesimpulan. Termasuk jika kualitas pembawa berita adalah orang yang lemah seperti pikun, pelupa, emosional dan semisal.
Berita itu dari HP orang lain, juga harus dipastikan akurasi pembawa berita
b. Kualitas berita
Jika berita itu berisi tuduhan kepada orang lain yang akan menjatuhkan kredibilitasnya, maka harus dijelaskan peristiwanya secara detail, mengenai: kapan peristiwanya, di mana, siapa saja pelakunya, bagaimana kejadiannya, siapa saksi kejadian, mengapa terjadi, apa kejadiannya; atau memenuhi kaidah berita (4 W, 1 H). Kalau isi berita sangat global, maka tidak bisa ditarik suatu kesimpulan
c. Konfirmasi kedua belah pihak
Kita seharusnya tidak menerima berita tentang orang lain hanya dari satu pihak saja. Jika isteri melakukan tuduhan kepada suaminya, maka harus ada konfirmasi ke pihak suami. Atau menghadirkan saksi-saksi yang adil terhadap apa yang dilakukan suami itu
2. Penuduh harus membawa bukti, dan yang dituduh harus bersumpah
Rasulullah saw telah bersabda:
لَوْ يُعْطَى النَّاسُ بِدَعْوَاهُمْ، لَادَّعَى رِجَالٌ أَمْوَالَ قَوْمٍ وَدِمَاءَهُمْ، وَلَكِنِ البَيِّنَةُ عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ» حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ البَيْهَقِيُّ هَكَذَا، بَعْضُهُ فِي الصَّحِيْحَيْنِ.
“Seandainya setiap manusia dipenuhi tuntutannya, niscaya orang-orang akan menuntut harta dan darah suatu kaum. Namun, penuntut wajib datangkan bukti dan yang mengingkari dituntut bersumpah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini mengharuskan bagi mereka yang menuduh harus menyertakan bukti-bukti yang akurat, supaya tidak sekedar fitnah saja. Sedangkan yang dituduh hanya bersumpah saja apakah dia melakukan atau tidak.
3. Waspada
Karena peristiwa itu terjadi terhadap dua orang yang sangat dekat, yaitu suami-istri; maka kita harus waspada dalam bersikap. Karena setidaknya ada masalah antara keduanya, walaupun apakah sang suami terbukti judi online atau tidak. Sehingga kita lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada suami; dan hati-hati dalam menerima berita dari isterinya. Jika memungkinkan, kita berusah memperbaiki hubungan di antara keduanya dan tidak memperkeruh suasana
Jika semua hal diatas dilakukan, dan memang terbukti bahwa uang pinjaman itu digunakan untuk bermaksiat (judi online), maka haram hukumnya memberi pinjaman, karena orang yang membantu terlaksananya sebuah kemaksiatan dosanya sama dengan orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Maidah yang melarang saling tolong menolong dala kemaksiatan:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. (Q.s Al-Maidah: 2)
Juga sabda Nabi:
لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
Allah melaknat khamr, peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang diperaskan untuknya, orang yang membawanya dan orang yang dibawakan kepadanya.” [Hr. Abu Daud]
Dalam hadis ini, semua orang yang terlibat dalam terjadinya maksiat meminum khamr dilaknat oleh Allah, walaupun dia sendiri tidak melakukannya.
Wallahu A’lam
Dijawab oleh: Ust. Endri Nugraha Laksana, S.Pd.I, M.H