RUKUN ISLAM
Syarah Hadis ke-3 dari Kitab al-Arbain an-Nawawiyyah
Oleh: Achmad Dahlan, Lc., MA.
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَضَانَ.
“Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khotthob radiallahuanhuma dia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Takhrij Hadis
Selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, hadis ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ahmad dan beberapa Mukharrij hadis yang lain. Dalam beberapa jalur periwayatan al-Bukhari dan Muslim, penyebutan ibadah haji didahulukan daripada puasa Ramadhan. Akan tetapi, dalam salah satu jalur sanad Muslim dan dalam riwayat at-Tirmidzi dan Ahmad, penyebutkan puasa Ramadhan didahulukan. Bahkan dalam riwayat Muslim, diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Ibnu Umar apakah urutannya haji ataukah puasa Ramadhan terlebih dahulu? Dan dengan yakin Ibnu Umar mengulang hadis tersebut dengan mendahulukan penyebutan puasa Ramadhan seraya berkata: ”Demikianlah aku mendengarnya dari Rasulullah saw.”
Penyangga Bangunan Islam
Hadis ini merupakan penjelasan mengenai rukun Islam yang lima, yaitu: bersyahadat tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu. Rasulullah menyebut bahwa Islam dibangun diatas lima perkara tersebut. Seakan-akan lima rukun tersebut adalah tiang yang menyangga bangunan Islam seseorang. Maka hilangnya salah satu rukun akan membuat bangunan Islam tidak dapat berdiri dengan tegak, bahkan bisa roboh. Khusus untuk shalat, Rasulullah saw dalam sebuah hadis Mursal yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar dalam Kitab at-Talkhis al-Habir juga menyampaikan secara eksplisit bahwa shalat adalah tiang agama,
الصَّلَاةُ عَمُوْدُ الدِّيْن
“Shalat adalah tiang agama.” (H.r. Abu Nuaim)
Ungkapan ini sekaligus memberikan motivasi kepada umat Islam bahwa agar selalu menjaga rukun Islam ini agar bangunan Islamnya tidak condong atau bahkan roboh.
Islam Umum dan Islam Khusus
Dalam al-Qur’an dan Sunnah, kata Islam dengan makna agama, mempunyai dua konotasi:
1. Islam Umum, yaitu agama Allah yang diturunkan kepada semua Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Ini adalah ajaran agama yang menjadi panduan semua mukallaf untuk menjalani kehidupan dunia sesuai dengan kehendak penciptanya yaitu Allah ta’ala. Juga merupakan agama yang akan diterima Allah ta’ala di hari kiamat untuk umat yang hidup sebelum dibangkitnya Nabi Muhammad sebagai utusan. Dengan konotasi ini, semua risalah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul adalah Islam. Sebagaimana firman Allah dalam beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
”Mengapa mereka mencari agama selain agama Allah? Padahal, hanya kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi ber-Islam (berserah diri), baik dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan.” (Q.s. Ali Imran: 83)
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang hanif lagi berserah diri (muslim). Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik.” (Q.s. Ali Imran: 67)
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا…
”Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu, yaitu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu dan (begitu pula) dalam (kitab) ini (Al-Qur’an)…” (Q.s. Al-Hajj: 78)
وَقَالَ مُوسَى يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ
“Musa berkata, “Wahai kaumku, jika kamu sungguh-sungguh beriman kepada Allah, bertawakallah hanya kepada-Nya apabila kamu benar-benar orang-orang muslim (yang berserah diri kepada Allah).” (Q.s. Yunus: 84)
2. Islam Khusus, yaitu risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sebagai risalah terakhir yang diturunkan kepada manusia. Merupakan satu-satunya risalah yang akan diterima Allah Ta’ala dari semua mukallaf yang hidup setelah masa kenabian Rasulullah Muhammad saw. Risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw merupakan syariat yang menyempurnakan semua syariat sebelumnya. Firman Allah,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
”Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.s. Ali Imran: 85)
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ…
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam…” (Q.s. Ali Imran: 19)
Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِنَّ ” مَثَلِي وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي، كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ، وَيَعْجَبُونَ لَهُ، وَيَقُولُونَ هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ “
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya permisalanku dan Nabi-Nabi sebelum aku sebagaimana seseorang yang membangun rumah; ia membaguskannya dan memperindahkannya, kecuali satu batu bata di pojok rumah. Orang-orang melihat-lihat rumat itu dan takjub dengannya seraya berkata: Mengapakah batu bata ini tidak dipasang? Maka akulah batu bata tersebut dan aku adalah penutup semua Nabi.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwasanya bersabda: Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada ditangan-Nya, tidaklah ada orang yang mendengar dari kalangan umat ini baik seorang Yahudi atau Nasrani kemudian ia mati dan tidak beriman dengan risalah yang aku diutus dengannya kecuali ia akan menjadi penduduk neraka.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Tentunya yang dimaksud dalam hadis yang sedang kita bahas ini adalah Islam khusus yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, karena beliau sedang menjelaskan mengenai risalah yang beliau bawa.
Makna Syahadat
Syahadat adalah ikrar dan kesaksian bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah ta’ala, dan bahwa Muhammad saw adalah utusan-Nya. Ikrar ini merupakan bentuk tasyhir (pemakluman) kepada publik bahwa seseorang telah secara resmi masuk dalam agama Islam. Walaupun syahadat dilakukan dengan ikrar dengan lisan, akan tetapi seharusnya orang yang bersyahadat memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Mengetahui dan meyakini dalam hati.
2. Menyatakan dengan lisan, kecuali kalau ada udzur syar’i.
3. Memaklumkan kepada publik, kecuali kalau ada udzur syar’i.
Makna syahadat sendiri mempunyai konsekuensi yang menjadi tuntutan bagi mereka yang melakukannya. Dalam kalimat “La Ilaha Illallah” terdapat “Nafy” dan “Itsbat”. Nafy bermakna menafikan semua peribadatan kepada selain Allah; bahwa seseorang bersaksi tidak ada yang mempunyai hak untuk disembah di seluruh alam semesta. Sedangkan Itsbat berarti menetapkan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang berhak untuk disembah.
Oleh karena itu, barang siapa yang bersyahadat La ilaha illallah akan tetapi masih menyembah selain Allah berarti dia berlaku zalim. Itulah mengapa syirik disebut sebagai kezaliman yang paling besar. Allah berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.s. Luqman: 13)
Syirik disebut sebagai perbuatan zalim karena pelaku syirik telah melewati batas dan menzalimi Allah yang menciptakannya, memeliharanya, memberinya rezeki dan mengatur segala urusannya, tetapi kemudian ia menyembah dan mengabdi kepada selain Allah. Kalau kita analogikan dalam konteks manusia, jika ada seseorang yang dirawat, dipelihara, dan dicukupkan segala urasannya selama hidupnya oleh seseorang, kemudian ia justru menyakiti hatinya dengan mengabaikannya dan mengabdi kepada orang lain, tentu perbuatan seperti ini tidak bisa diterima dalam interaksi sesama manusia. Apalagi jika itu dilakukan kepada Tuhan Pencipta alam semesta.
Sedangkan syahadat bahwa bahwa Muhammad adalah utusan Allah mempunyai konsekuensi dan tuntutan:
1. Meyakini kebenaran semua yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
2. Taat kepada perintahnya dan meninggalkan apa yang dilarang.
3. Tidak menyembah Allah kecuali atas petunjuknya.
Menegakkan Shalat
Dalam al-Quran, kata shalat selalu dibersamai dengan kata menegakkan (Iqamah). Menegakkan shalat bermakna melaksanakannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah disertai dengan kekhusyu’an. Oleh karena itu, menegakkan shalat tidak dapat dilaksanakan kecuali dengan didahului keimanan kepada Allah.
Contoh shalat yang dilakukan tanpa keimanan adalah shalat kaum munafiqun di Madinah pada zaman Rasulullah saw yang digambarkan oleh Allah dengan firman-Nya,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah membalas tipuan mereka (dengan membiarkan mereka larut dalam kesesatan dan penipuan mereka). Apabila berdiri untuk salat, mereka melakukannya dengan malas dan bermaksud riya di hadapan manusia. Mereka pun tidak mengingat Allah, kecuali sedikit sekali.” (Q.s. An-Nisa’: 142)
Demikian juga disabdakan oleh Rasulullah,
«أَثْقَلُ الصَّلاَةِ عَلَى المُنَافِقِينَ العِشَاءُ وَالفَجْرُ»
“Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Shubuh.” (H.r. Al-Bukhari)
Kedua shalat itu berat bagi orang munafik karena keduanya harus dilakukan disaat sebagian besar manusia sudah atau masih beristirahat di malam hari. Karena mereka melakukan shalat hanya agar mendapat perhatian dan pujian dari manusia dan bukan karena keikhlasan dan kecintaan kepada Allah, maka shalat tersebut terasa berat.
Rukun Islam Mencakup Ibadah Hati, Fisik dan Harta
Islam sebagai risalah yang sempurna dan menyempurnakan risalah sebelumnya menyeimbangkan aspek material dan spiritual, juga memberi perhatian terhadap akal, jiwa/hati dan fisik manusia. Maka dalam rukun Islam, kitapun bisa melihat aspek keseimbangan ini, dimana rukun Islam mencakup ibadah yang dilakukan oleh, hati, anggota badan dan juga ibadah yang bersumberkan harta.
1. Syahadat adalah ibadah yang menggabungkan antara lisan dan hati. Karena syahadat yang diterima oleh Allah adalah ikrar kesaksian yang dilandasi keimanan kepada Allah, bukan sekedar ucapan di lidah saja.
2. Shalat adalah ibadah yang menggabungkan antara hati, lisan dan anggota badan. Hati harus ikhlas, khusyu’ dan bersambung dengan Allah, lisan mengucapkan doa dan bacaan shalat dengan tartil dan anggota tubuh melakukan gerakan-gerakan shalat sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
3. Zakat adalah ibadah yang menggabungkan antara hati dengan harta. Zakat Mal hanya menjadi wajib jika terpenuhi dua syarat; harta tersebut sampai Nishab (jumlah minimal wajibnya zakat) dan sudah dimiliki satu tahun (Haul). Demikian juga zakat fitrah wajib bagi yang mempunyai kelebihan makanan untuk dirinya dan keluarganya. Ini adalah aspek harta dalam ibadah zakat. Sedangkan aspek hati terwujud dalam bentuk keikhlasan seseorang yang berzakat ketika membayarkan zakatnya hanya dalam rangka melaksanakan peritah Allah dan mencari ridha-Nya.
4. Puasa adalah ibadah yang menggabungkan antara hati dan anggota tubuh. Hati berperan dalam niat puasa, dan anggota tubuh melaksanakan puasa dengan menahan diri dari makan dan minum dari terbit fajar hingga terbenam mahatari.
5. Haji adalah ibadah yang menggabungkan semua unsur dalam ibadah yang lain. Ibadah haji dimulai dengan niat ikhlas karena Allah. Niat itu harus didukung dengan harta yang cukup agar bisa menempuh perjalanan menuju Baitullah dan memberi nafkah keluarga yang ditinggalkan. Lisan ikut melaksanakan ibadah haji dengan membaca niat haji dan membaca doa dan dzikir selama prosesi haji. Demikian juga anggota tubuh berperan penting dalam keseluruhan ibadah haji karena beberapa rukun haji memerlukan fisik yang kuat seperti thawaf, sa’i dan melempar jumrah.