AGAMA ITU NASIHAT
Syarah Hadis ke-7 dari Kitab al-Arbain an-Nawawiyyah
Oleh: Achmad Dahlan, Lc., MA.
عَنْ أَبِيْ رُقَيَّةَ تَمِيْم بْنِ أَوْسٍ الدَّارِيِّ رضي الله عنه أَنَّ النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ» قُلْنَا: لِمَنْ؟ قَالَ: «للهِ، ولكتابه، ولِرَسُوْلِهِ، وَلأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَّتِهِمْ» رواه مسلم.
“Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari ra bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan pemimpin kaum muslimin dan orang awamnya.” (Hr. Muslim).
Takhrij Hadis
Selain diriwayatkan oleh Imam Muslim (No. 55), hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan Abu Dawud (No. 4944), an-Nasa’i dalam Sunan an-Nasa`i (VII/156-157), dan Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad (IV/102-103)
Kedudukan Hadis
Hadis ini merupakan hadis yang sangat penting karena menjelaskan mengenai hak Allah, hak Rasulullah, hak Al-Qur’an, hak pemimpin, dan hak kaum muslimin secara umum. Yaitu bahwa mereka semua mempunyai hak-hak yang harus kita tunaikan. Misalnya, diantara hak Allah adalah untuk disembah tanpa menyekutukannya. Diantara hak Rasulullah adalah dicintai, ditaati dan diikuti ajaran-Nya. Diantara hak pemimpin adalah didengar dan ditaati dalam hal tidak bertentangan syariat Allah. Sedangkan diantara hak kaum muslimin mengucapkan salam ketika bertemu mereka, menjenguk ketika sakit dan mengantarnya ke pemakaman jika meninggal.
Makna Nasihat
Kata nasihat berasal dalam bahasa Arab “an-Nashihah” yang berasal dari derivasi kata “an-Nushh.” Diantara makan “an-Nushh” adalah: sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal mengotorinya, contoh: “’Asalun Nashih”, artinya: madu yang murni. Selain itu, makna yang lain adalah menyambung atau menghubungkan dua hal yang terpisah sehingga menjadi bersatu kembali.
Dalam hubungannya dengan hadis ini, makna kedua dari kata “an-Nushh” relevan untuk tiga hal pertama yang disebutkan dalam hadis ini yaitu nasihat kepada Allah, Rasulullah, dan Al-Qur’an. Sehingga makna nasihat kepada ketiganya adalah menyambung atau menghubungkan, yaitu mendekat kepada Allah, Rasululullah dan Al- Qur’an dan memenuhi hak-hak mereka secara semestinya.
Sedangkan makna nasihat dalam pemakaian yang lazim adalah: “Menyampaikan secara lisan kepada orang lain sesuatu yang baik baginya.” Artinya, orang yang memberi nasihat mempunyai keinginan agar orang yang dinasihati mendapatkan kebaikan dalam bentuk apapun.
Hal ini sesuai untuk dua hal terakhir yang disebut dalam hadis yaitu nasihat kepada pemimpin dan nasihat kepada kaum muslimin. Bahwa kita menyampaikan kepada mereka saran dan masukan yang akan membawa kebaikan bagi mereka.
Agama Tidak Hanya Berisi Nasihat
Dalam hadis ini, Rasulullah menyatakan bahwa agama adalah nasihat. Ungkapan ini tidak berarti bahwa isi agama Islam hanyalah nasihat. Akan tetapi yang dimaksud adalah bahwa salah satu hal yang paling penting dalam Islam adalah nasihat. Uslub seperti ini lazim kita temukan dalam bahasa Arab, demikian juga dalam hadis Nabi. Misalnya, dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda: “Haji adalah Arafah.” (Muttafaq Alaih). Ini tidak bermakna rukun haji hanya wukuf di Arafah saja. Tetapi maknanya adalah bahwa wukuf di Arafah adalah merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam haji, hingga jika seseorang tidak melakukan wukuf ketika haji maka haji tidak sah.
Mirip dengan hal ini ungkapan Ibnu Hibban yang menyatakan: “Kenabian adalah ilmu dan amal.” Oleh sebagian orang yang tidak memahami, hal ini membuat mereka menuduh Ibnu Hibban sebagai seorang yang murtad karena mendefinisikan bahwa kenabian hanyalah ilmu dan amal saja. Sehingga siapapun yang mempunyai ilmu dan amal bisa disebut dengan Nabi. Dengan kata lain, mereka menuduh Ibnu Hibban meyakini banyak Nabi setelah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Padahal, Ibnu Hibban tidak bermaksud demikian. Yang beliau maksudkan dengan ungkapan: “kenabian adalah ilmu dan amal” adalah bahwa sebagian besar isi dari kenabian adalah mempunyai ilmu dari Allah yang berupa wahyu dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sebagai contoh bagi pengikutnya. Artinya, tanpa ilmu dan amal, tidak mungkin seseorang menjadi seorang Nabi.
Nasihat Kepada Allah, Al-Qur’an, Rasulullah, Pemimpin dan Umat Islam
Para ulama menjelaskan makna nasihat kepada kelima hal tersebut sebagai berikut:
1. Nasihat kepada Allah bermakna mencintai Allah, mengikuti syariat-Nya, ikhlas dalam beribadah kepada-Nya, dan merasa diawasi oleh-Nya dalam setiap ucapan dan perbuatan (muraqbatullah).
2. Nasihat kepada Al-Qur’an berarti memberikan hak-hak al-Qur’an dengan meyakininya sebagai Kalamullah yang menjadi petunjuk dan cahaya hingga hari kiamat. Dan bahwa semua perintah yang ada di dalamnya harus dilaksanakan, larangannya harus ditinggalkan, dan kisah-kisah yang disampaikan diyakini sebagai kebenaran. Termasuk dalam kategori nasihat kepada Al-Qur’an: selalu membacanya, mentadabburi maknanya, dan memahami kandungan hukumnya melalui tafsir-tafsir al-Qur’an. Juga menjadikan Al-Qur’an sebagai obat hati maupun obat fisik dengan membacanya sebagai ruqyah.
3. Nasihat kepada Rasulullah bermakna mencintainya, mentaati segala yang diperintahkannya dan meninggalkan yang dilarangnya. Juga membenarkan segala yang disampaikannya dan tidak menyembah Allah kecuali dengan cara yang beliau ajarkan.
4. Nasihat kepada pemimpin kaum muslimin dilakukan dengan cara menunaikan hak yang diberikan Allah kepadanya dengan mentaatinya dalam hal yang ma’ruf (baik) yang tidak bertentangan dengan syariat Allah. Juga bersatu di bawah kepemimpinannya, mencintainya dan mendoakan kebaikan untuknya.
Termasuk dalam nasihat kepada pemimpin yaitu tidak memberontak kepadanya kecuali jika ia melakukan kekufuran yang nyata. Juga memberikan hak untuk memutuskan dalam masalah ijtihadiyyah yang diperselisihkan dan berkaitan dengan urusan masyarakat secara umum.
Dalam mengoreksi dan menyampaikan nasihat dalam kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan dan pelanggaran-pelanggaran syariat yang terjadi hendaknya dilakukan secara pribadi dengan tidak berniat merendahkan dan menyebarkan aibnya. Hal ini dilakukan untuk dosa dan kesalahan yang bersifat pribadi dan tidak berkaitan dengan kemashlatan umum. Sabda Rasulullah,
«مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ، فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ، فَيَخْلُوَ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ» (رواه أحمد)
“Barang siapa ingin menasihati seorang sultan dalam suatu urusan, maka hendaknya ia tidak membukanya secara umum, tetapi hendaklah ia memegang tangannya dan menasihatinya secara sembunyi. Jika ia menerimanya, maka itu adalah hal yang baik. Namun jika sultan tersebut menolak nasihat yang diberikan, maka orang tersebut telah melaksanakan kewajibannya.” (H.r. Ahmad)
Namun apabila kesalahan dan kezaliman yang dilakukan berhubungan dengan kemashlatan umum dandiketahui oleh khalayak ramai, maka nasihat itu boleh disampaikan di depan khalayak dengan mengikuti adab-adab Islam dengan tidak menghujat, mencaci, menimbulkan kerusakan pada fasilitas umum dll. Terutama apabila melakukan nasihat secara pribadi tidak mungkin dilakukan, seperti yang terjadi di zaman kontemporer dimana banyak pemimpin yang membuat batas antara dirinya dengan rakyatnya dengan protokoler dan penjagaan keamaan yang sangat ketat, hingga tidak mungkin seorang warga biasa menyampaikan nasihat secara pribadi.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa termasuk dalam kategori pemimpin dalam hadis ini adalah para ulama. Mereka dianggap sebagai pemimpin karena menjadi rujukan dan mengarahkan masyarakat dalam masalah agama. Maka mereka biasa diberi julukan “A-immah ad-Din” yang bermkan para imam/pemimpin dalam agama.
5. Nasihat kepada umat Islam dengan cara memberikan taujihat (arahan-arahan) kepada hal-hal yang baik untuk kehidupan dunia dan akhirat mereka. Juga mencintai mereka karena Allah, bekerjasama dalam ketaatan dan kebaikan dan memberikan hak-hak yang harus ditunaikan kepada mereka. Diantara hak yang harus ditunaikan sebagai disebut dalam hadis:
- Tidak menzalimi mereka.
- Tidak menyerahkan kepada musuh.
- Tidak menghina mereka.
- Memenuhi hajat mereka.
- Mengucapkan salam ketika bertemu.
- Memberikan nasihat ketika diminta.
- Menghadiri undangan mereka.
- Mendoakan mereka ketika bersin.
- Menjenguk ketika sakit.
- Mengurus jenazah mereka dan mengantarkan mereka ke pemakaman.