fbpx

IkadiDIY.com

Naskah Khutbah Jumat 27 Agustus 2021, Edisi 268, Ikadi DIY: MENJAGA HAK & KEWAJIBAN BERTETANGGA DALAM ISLAM

MENJAGA HAK & KEWAJIBAN BERTETANGGA DALAM ISLAM

Oleh: Ust. Denis Arifandi Pakih Sati, Lc. M.H.
(Bidang Pelatihan dan Dakwah, PW Ikadi DIY)

 

 

Download PDF Materi Khutbah Jumat Ikadi klik dibawah ini:

 

Download MS Word Materi Khutbah Jumat Ikadi klik dibawah ini:

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَان، وَنَهَى عَنِ الْقَطِيْعَة وَالْعُدْوَان، سُبْحَانَهُ أَمَرَ بِالْإِحْسَانِ إِلَى الْجَار،  وَحَذَّرَهُمْ مِنَ الْأَذَى وَالْعَار.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَه، وَعَدَ الْمُحْسِنِيْنَ بِالثَّوَابِ فِي دَارِ الْقَرَار، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه، قُدْوَةَ الْمُتَّقِيْنَ وَإِمَامَ الْأَبْرَار،  فَصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْد؛

فَياَ عِبَادَ الله، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُون، قَالَ تَعَالَى: ((يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ))

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Islam menempatkan tetangga sebagai bagian teramat penting dalam hidup seorang Muslim. Pepatah Arab mengatakan, “al-Jār Qabla ad-Dār”, tetangga dulu sebelum rumah. Kenapa? Sebab betah atau tidaknya kita di rumah, sering kali dipengaruhi oleh sikap tetangga. Jika tetangganya baik, insya Allah kita akan merasa betah. Apalagi kalau tetangga sudah kita anggap seperti saudara sendiri. Itu merupakan nikmat yang luar biasa. Sebaliknya, kalau tetangga kita jahat dan culas, maka kehidupan terasa seperti di neraka. Tidak betah dan rasanya ingin segera pindah.

 

Khutbah kali ini akan mengupas pandangan Islam tentang keutamaan bersikap baik terhadap tetangga, hak-hak mereka yang harus ditunaikan, dan apa makna tetangga dalam Islam.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Hak tetangga merupakan salah satu masalah besar dalam Islam. Jibril ’alaihissalam terus-menerus menasihati Rasulullah saw. tentang perkara tetangga, sampai beliau menyangka Jibril akan menjadikan tetangga sebagai salah satu ahli waris. Beliau saw. bersabda:

 

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Jibril selalu menasihati masalah tetangga, sampai saya menduga bahwa seorang tetangga akan mewarisi tetangganya. (H.r. Muttafaq ‘alaih)

 

Masalah ini, juga dijelaskan dalam al-Qur`an al-Karim:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ   وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ  ۗ  إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.s. An-Nisa`: 36).

 

Nabi Muhammad saw. mendorong umatnya untuk berbuat baik dan memuliakan tetangga, sebagaimana sabdanya:

 

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Siapa yang beriman kepada Allah Swt dan Hari Akhir, maka muliakanlah tetangganya.” (H.r. Muttafaq ‘alaih).

 

Bahkan, berbuat baik kepada tetangga merupakan bagian dari keimanan dalam Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw.

 

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لِجَارِهِ أَوْ قَالَ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Demi jiwaku yang berada dalam genggamannya, tidak beriman seorang hamba sampai dia mencintai tetangganya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”
(H.r. Muslim).

 

Orang yang berbuat baik kepada tetangga merupakan manusia terbaik di sisi Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:

خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

“Sebaik-baik sahabat di sisi Allah Swt adalah orang yang terbaik di antara mereka kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di hadapan Allah Swt adalah orang yang paling baik kepada tetangganya di antara mereka.” (H.r. At-Tirmidzi).

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Siapakah tetangga dalam pandangan Islam? Tetangga adalah orang yang berada di samping Anda, baik Muslim maupun non-Muslim. Pengertian detailnya di kalangan ulama, banyak sekali. Namun, makna yang paling tepat adalah sesuai dengan ’urf atau adat dan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Artinya, jika suatu masyarakat memaknai tetangga adalah satu R.T., maka itulah maknanya. Beda budaya, tentu beda pula mengartikannya.

 

Dalam Islam, tetangga juga mempunyai tingkatan yang berbeda, sesuai kadar kedekatannya. Hak antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lainnya berbeda, sesuai dengan tingkatannya. Ada tetangga Muslim yang masih ada ikatan kerabat. Ada tetangga non-Muslim, tetapi masih memiliki hubungan kekerabatan. Ada tetangga non-Muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali.

 

Secara umum, hak bertetangga itu sama saja dalam pelaksanaannya. Namun, jika ditambah dengan hubungan kekerabatan dan hubungan akidah, maka haknya bertambah di sisi lainnya.

 

Ada orang yang beranggapan bahwa tetangga hanyalah orang yang rumahnya berada di dekatnya. Pendapat ini memang tidak salah. Namun, juga tidak sepenuhnya benar. Itu hanyalah salah satu makna tetangga. Banyak bentuk lainnya yang termasuk dalam makna tetangga. Ada tetangga dalam kerja, tetangga di pasar, tetangga di sawah dan kebun, tetangga di bangku sekolah dan kuliah, dan lain sebagainya.

 

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Tetangga memiliki banyak hak. Kita akan membahas beberapa di antaranya.

 

  1. Menjawab salam dan menghadiri undangan

Hal ini pada dasarnya adalah hak umum kaum Muslimin. Hanya saja, jika yang mengucapkan salam adalah tetangga, maka kewajiban untuk menjawab salamnya menjadi lebih besar. Hal yang sama terjadi dalam menghadiri undangan. Jika yang memberi undangan adalah tetangga, maka kita lebih ditekankan untuk memenuhi undangannya. Tentu bukan adab yang baik, ketika tetangga mengadakan acara, kita malah duduk diam di rumah dan tidak membantunya.

 

  1. Tidak menyakiti tetangga

Ini merupakan salah satu hak terbesar dalam hidup bertetangga. Jika seseorang diharamkan menyakiti manusia lainnya, maka hal tersebut lebih terlarang jika dilakukan terhadap tetangga. Nabi saw. mewanti-wanti masalah ini dalam berbagai hadisnya.

 

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapa ya Rasulullah?” Beliau menjawab:

 

الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَ

“Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukan-keburukannya.”
(H.r. Al-Bukhari)

 

Ada yang berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, Fulanah mengerjakan shalat sepanjang malam dan berpuasa sepanjang siang. Namun, lisannya menyakiti tetangganya.” Beliau menjawab:

 

لاَ خَيْرَ فِيْهَا، هِيَ فِي النَّارِ

“Tidak ada kebaikannya. Dia di Neraka.” (H.r. Ahmad)

 

  1. Siap menghadapi keburukan tetangga

Poin ketiga ini hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kehormatan diri dan akhlak yang tinggi. Banyak orang mampu menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain. Namun, kadang untuk bersabar dan ikhlas menerima perlakuan zalim orang lain banyak orang yang merasa kesulitan. Allah Swt. berfirman:

 

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ  ۚ  نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.” (Q.s. Al-Mu`minun: 96).

 

Dalam ayat lainnya dijelaskan:

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (Q.s. Asy-Syura: 43).

 

Hasan Al-Bashri mengatakan, “Bertetangga yang baik bukan tidak menyakiti yang lainnya. Bertetangga yang baik adalah bersabar menghadapi kejahatan yang lainnya.”

 

  1. Menanyakan kondisi dan menunaikan hajat tetangga

Rasulullah saw. bersabda:

 

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَبِيتُ شَبْعَانَ وَجَارُهُ طَاوٍ

“Bukan termasuk orang beriman, seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan.” (Hr. Al-Bazzar).

 

Orang-orang salih di zaman dahulu selalu menanyakan kondisi tetangga mereka dan berusaha menunaikan hajat mereka. Para sahabat biasanya suka memberikan hadiah kepada tetangganya. Kemudian tetangganya memberikan hadiah kepada yang lainnya. Kebiasaan berbagi itu terus berputar hingga orang pertama yang memberikan hadiah mendapatkan bagian hadiahnya.

 

Suatu hari, Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu menyembelih seekor domba, kemudian dia mengatakan kepada budaknya, “Jika engkau menyembelih, maka mulailah dengan membaginya kepada tetangga kita yang Yahudi.” (H.r. Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman).

 

Suatu hari, Aisyah radhiyallahu ’anha bertanya kepada Nabi Muhammad saw., “Saya mempunyai dua tetangga. Siapakah yang paling berhak saya beri hadiah?” Beliau menjawab:

 

إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

“Kepada tetangga yang pintunya terdekat darimu.” (H.r. Al-Bukhari).

 

  1. Menutupi aib dan menjaga kehormatan tetangga

Ini juga merupakan salah satu hak besar yang tidak kalah penting dari yang lainnya. Ketika kita hidup bertetangga dengan seseorang, maka kita akan mengetahui keburukannya. Maka, tugas kita adalah menjaga kehormatan dan menutupi aibnya. Jangan menyebarkannya kepada orang lain, apalagi menjadikannya sebagai bahan candaan dan guyonan.

 

Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk bisa memuliakan tetangga dan menunaikan hak-haknya. Amin ya Rabbal ’alamin.

 

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْم، وَنَفَعَنِىْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآياَتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم، وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم.

أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا، وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الغَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَات، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.

 

Khutbah Kedua:

 

اَلْحَمْدُ لله ِالَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ، وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْم الْقِيَامَة.

أَمَّا بَعْد؛

فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: ((يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ))

((إِنَّ ٱللَّهَ وَ مَلٰٓئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّ، يٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا))

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ.

اللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ، وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْن، وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْن، وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْن، وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْن، وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

أَقِيْمُوا الصَّلاَةَ.

Tinggalkan Komentar